Dewasa ini tidak sedikit diantara pelajar Aswaja yg tertipu dengan karya2 al-Albani dalam bidang ilmu hadits, karena belum mengetahui siapa sebenarnya al-Albani itu. Pada mulanya, al-Albani adalah seorang tukang jam. Ia memiliki kegemaran membaca buku. Dari kegemarannya ini, ia curahkan untuk mendalami ilmu hadits secara otodidak, tanpa mempelajari hadits dan ilmu agama yg lain kepada para ulama, sebagaimana yg menjadi tradisi ulama salaf dan ahli hadits. Oleh karena itu, al-Albani tidak memiliki sanad hadits yg mu’tabar. Kemudian ia mengaku sebagai pengikut salaf, padahal memiliki akidah yg berbeda dengan mereka, yaitu akidah Wahaby dan tajsim.
Oleh karena akidah al-Albani yg berbeda dengan akidah ulama ahli hadits dan kaum muslimin, maka hadits2 yg menjadi hasil kajiannya sering bertentangan dengan pandangan ulama ahli hadits. Tidak jarang al-Albani menilai dha’if dan maudhu’ terhadap hadits2 yg disepakati keshahihannya oleh para hafizh, hanya dikarenakan hadits tsb berkaitan dengan dalil tawassul.
Salah satu contoh misalnya, dalam kitabnya al-Tawassul Anwa’uhu wa Ahkamuhu (cet.3, hal.128), al-Albani mendha’ifkan hadits Aisyah yg diriwayatkan oleh al-Darimi dalam Sunannya, dengan alasan dalam sanad hadits tsb terdapat perawi yg bernama Sa’id bin Zaid, saudara Hammad bin Salamah. Padahal dalam kitabnya yg lain, al-Albani sendiri telah menilai Sa’id bin Zaid ini sebagai perawi yg hasan dan jayyid haditsnya yaitu dalam kitab Irwa’ al-Ghalil (5/338). al-Albani mengatakan tentang hadits yg dalam sanadnya terdapat Sa’id bin Zaid, “Aku berkata, ini sanad yg hasan, semua perawinya dapat dipercaya, sedangkan perawi Sa’id bin Zaid –saudara Hammad-, ada pembicaraaan yg tidak menurunkan haditsnya dari derajat hasan. Dan Ibn al-Qayyim mengatakan dalam al-Furusiyyah, “ini hadits yg sanadnya jayyid.”
Contoh2 kecurangan dan kebohongan dalam menilai hadits tidak jarang dilakukan oleh al-Albani karena kepentingan aliran Wahaby yg dianutnya.
Diantara ulama Islam yg mengkritik al-Albani adalah Imam al-Jalil Muhammad Yasin al-Fadani penulis kitab al-Durr al-Mandhud Syarh Sunan Abi Dawud dan Fath al-‘Allam Syarh Bulugh al-Maram; al-Hafizh Abdullah al-Ghummari dari Maroko; al-Hafizh Abdul Aziz al-Ghummari dari Maroko; al-Hafizh Abdullah al-Harari al-Abdari dari Lebanon pengarang Syarh Alfiyah al-Suyuthi fi Mushthalah al-Hadits, al-Muhaddits Mahmud Sa’id Mamduh dari Uni Emirat Arab pengarang kitab Rafu al-Manarah li Takhrij Ahadits al-Tawassul wa al-Ziyarah; al-Muhaddits Habiburrahman al-A’zhami dari India; Syaikh Muhammad bin Ismail al-Anshari seorang peneliti Komisi Tetap Fatwa Wahaby Saudi Arabia; Syaikh Muhammad bin Ahmad al-Khazraji, menteri agama dan wakaf Uni Emirat Arab; Syaikh Badruddin Hasan Dayyab dari Damaskus; Syaikh Muhammad Arif al-Juwaijati; Syaikh Hasan bin Ali al-Saqqaf dari Yordania; al-Imam al-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki dari Mekkah, Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dari Najd yg menyatakan bahwa al-Albani tidak memiliki pengetahuan agama sama sekali; dll. Masing2 ulama tersebut telah mengarang bantahan terhadap al-Albani.
Tulisan Syaikh Hasan bin Ali al-Saqqaf yg berjudul Tanaqudhat al-Albani al-Wadihat merupakan kitab yg menarik dan mendalam, dalam mengungkapkan kesalahan fatal al-Albani tsb. Beliau mencatat seribu lima ratus (1500) kesalahan yg dilakukan al-Albani, lengkap dengan data dan faktanya. Bahkan menurut penelitian ilmiah beliau, ada tujuh ribu (7000) kesalahan fatal dalam buku2 yg ditulis al-Albani.
Dengan demikian, apabila mayoritas ulama sudah menegaskan penolakan tsb, berarti Nashiruddin al-Albani itu memang tidak layak untuk diikuti dan dijadikan panutan.
Selasa, 14 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar