Kamis, 30 Juli 2009

Sya’ban: Jembatan Meraih Keutamaan Ramadhan

[Al-Islam 466] Baru saja kaum Muslim meninggalkan bulan Rajab, salah satu bulan yang Allah muliakan. Pekan ini, kita pun sudah berada pada bulan Sya’ban, yang juga merupakan salah satu bulan istimewa. Beberapa hari ke depan, tidak sampai sebulan lagi, kita pun insya Allah akan memasuki bulan mulia yang lain, yakni bulan suci Ramadhan.
Bulan-bulan ini memiliki keistimewaan dan keutamaan masing-masing. Pertama: terkait bulan Rajab. Bulan Rajab terletak antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya’ban. Bulan Rajab termasuk salah satu di antara empat bulan yang disucikan (bulan haram) (QS at-Taubah [9]: 36). Sebagaimana penjelasan Rasulullah saw., keempat bulan suci itu adalah: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab (HR al-Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679).
Selain itu, pada bulan ini, paling tidak, umat diingatkan dengan salah satu peristiwa besar, yakni Peristiwa Isra’ Mikraj Baginda Nabi Muhammad saw., tepatnya tanggal 27 Rajab. Peristiwa ini bahkan diabadikan di dalam al-Quran. Allah SWT berfirman:
Mahasuci Allah Yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha mengetahui (QS al-Isra’ [17]: 1).
Para ulama bersepakat, bahwa pada Peristiwa Isra’ Mikraj inilah Baginda Nabi Muhammad saw. menerima perintah langsung dari Allah SWT berupa kewajiban shalat lima waktu. Shalat lima waktu adalah salah satu kewajiban utama dan istimewa, yang karenanya berusaha untuk selalu dijaga dan dipelihara setiap Muslim. Karena itu, begitu pentingnya peristiwa Isra’ Mikraj ini, kaum Muslim, khususnya di negeri ini, setiap tanggal 27 Rajab memperingatinya.
Namun, satu hal yang dilupakan oleh kebanyakan kaum Muslim, pada bulan Rajab pula, tepatnya 28 Rajab tahun 1342 H, 88 tahun lalu, Khilafah Islam yang terakhir, yakni Kehilafahan Turki Utsmani—sebagai institusi penegak syariah, pemersatu umat di seluruh dunia sekaligus pengemban risalah Islam melalui dakwah dan jihad—diruntuhkan oleh bangsa-bangsa kafir, khususnya Inggris, melalui tangan anteknya, Mustafa Kamal Atturk. Sejak itulah, penderitaan, keterpurukan, perpecahan dan berbagai malapetakan menimpa umat Islam. Semua ini tidak lain karena umat telah kehilangan institusi pelayan, pengayom, pelindung sekaligus pemersatu. Benarlah sabda Nabi saw.:
إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
Imam (Khalifah) adalah perisai; orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya (HR Muslim).
Jika sebagian Muslim begitu sungguh-sungguh menjaga dan memelihara shalatnya, pada saat yang sama, mereka tidak jarang justru mengabaikan kewajiban-kewajiban lain di luar shalat. Menegakkan Khilafah adalah salah satunya. Padahal kewajiban menegakkan Khilafah ini merupakan salah satu kewajiban terbesar kaum Muslim. Sebab, tanpa Khilafah, sebagaimana saat ini, sebagian besar hukum-hukum Allah SWT—dalam bidang ekonomi, politik, pemerintahan, pendidikan, hukum, sosial dll—dicampakkan.
Karena itu, kaum Muslim, khususnya di negeri ini, seyogyanya menyambut seruan ribuan ulama yang hadir pada acara Muktamar Ulama Nasional beberapa waktu lalu di Jakarta, tepatnya pada tanggal 21 Juli 2009/28 Rajab 1430 H, yang diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia. Seruan tersebut intinya mengajak seluruh komponen umat Islam, khususnya para ulamanya, untuk sungguh-sungguh berjuang secara bersama-sama mewujudkan kembali Khilafah ini, demi tegaknya syariah Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan kaum Muslim. Dengan Khilafah, umat ini bukan hanya bisa menjaga dan memelihara shalat-shalat mereka, tetapi juga hukum-hukum Allah SWT yang lain.
-
lanjut:http://hizbut-tahrir.or.id/200... embatan-meraih-keutamaan-ramadhan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar