Rabu, 15 Juli 2009

Dalil-Dalil Ulama Salafus-Shalih yang Membolehkan Nyanyian dan Musik (Bagian I)

Imam Al-Ghazali memiliki pendapat yang cerdas saat mengomentari mereka yang bersikukuh bahwa makna ayat ini tetap adalah nyanyian, maka ia menjawab sebagai berikut: Sepatutnya jika kalian berpendapat demikian, maka tertawa & tidak menangis pun kalian haramkan pula[19], lalu lanjut beliau; Jika hujjahku ini dijawab: Tertawa & tidak menangis yang dimaksudkan adalah yang mentertawakan & tidak menangis atas ayat ALLAAH, sesuai konteks ayat ini; Maka kujawab: Demikian pula jika dimaknai nyanyian & musik, berarti nyanyian & musik yang mengejek ayat ALLAAH SWT & bermaksiat kepada-NYA, adapun yang tidak demikian maka hukumnya sama dengan tertawa & tidak menangis dalam hal yang mubah[20]. AlhamduliLLAAH, selesai –dengan idzin ALLAAH SWT- pembahasan masalah ini berdasarkan ayat Al-Qur’an, insya ALLAAH pembahasan selanjutnya membahas hadits-hadits tentang musik & nyanyian. WaLLAAHu waliyyut taufiiq…
(Bersambung, jika kelak diizinkan oleh Allah SWT…)
___
Catatan Kaki:
[1] QS Al-Furqan, 25/72
[2] Lih. Ighatsatu Lahafan fi Mashayidis Syaithan, I/260
[3] Tafsir At-Thabari, XIX/314
[4] Dan ini sesuai dengan yang disebutkan dalam HR Bukhari no. 2654 & Muslim no. 87
[5] Tafsir Ibnu Katsir, VI/130-131
[6] Tafsir Al-Baghawi, VI/98
[7] Tafsir Al-Biqa’i, VI/45
[8] Saya berkata: Inilah insya ALLAAH yang benar, sesuai dengan berbagai dalil yang telah dikemukakannya hafizhahuLLAAH, namun jikapun tetap ingin dilakukan tarjih sesuai dalil yang lebih kuat, maka makna saksi-palsu lebih kuat dalilnya (HR Bukhari-Muslim) dibandingkan dengan dimaknai musik, waLLAAHu a’lam.
[9] QS Al-Isra’, 17/64
[10] Imam Ibnu Katsir juga menyebutkan kedua makna ini dalam tafsirnya, III/93
[11] Tafsir At-Thabari, XVII/491
[12] Tafsir Al-Baghawi, V/105
[13] Tafsir Al-Qurthubi, X/288
[14] QS An-Najm, 53/61
[15] Tafsir At-Thabari, XXII/559
[16] Ini semua juga menjadi pendapatnya Imam Al-Baghawi dalam tafsirnya, VII/421
[17] Tafsir Ibnu Katsir, VII/468
[18] Tafsir Al-Qurthubi, XVIII/133
[19] Yaitu ayat sebelumnya (QS 53/60)
[20] Ihya ‘Ulumuddin, II/285

Tidak ada komentar:

Posting Komentar