Jumat, 11 Juni 2010

kisah seorang suami yang berhati mulia.....

ada seorang ulama....

yang dia sangat tinggi ilmunya...

dan dia memiliki istri yang selalu menyakitinya dengan kata kata yang pedas...

kemudian salah satunya teman ulama tersebut mengatakan...

" wahai kawan..kenapa tak kau ceraikan saja istrimu yang selalu saja menyakitimu dengan kata katanya
yang sangat tajam seperti pedang,sedangkan kau mempunyai madu yang sangat mencintaimu karena banyaknya ilmumu"

ulama menjawab "sesungguhnya istriku adalah ujian dari allah untuk menebus dosa dosaku yang telah lalu,jika aku menceraikannya...belum tentu aku akan mendapatkan yang lebih baik darinya"

so...pikirkanlah...hikmah apa di balik itu...?????

1 komentar:

  1. Saya sependapat dengan si Ulama. Saya kira dia telah menempuh cara yang arif dan bijak. Bahwa sebagai seorang suami, kta sering dicoba oleh Allah dengan sikap dan prilaku istri. Tanpa rasa abar--sebagai bagian dari rasa syukur--kita bisa terjebak dalam tindakan emosional yang bermuara pada kerugian kedua belah pihak dan mungkin saja pihak lain,seperti anak-anak, jika harus memutuskan bercerai. Bukankah Rasulullah bersabda: "Halal yang paling dibenci Allah adalah perceraian?"

    Ada banyak Hadis Rasulullah, yang mengatur tata laku seorang istri terhadap suami diantara Hadis itu: "JIka seorang manusia boleh sujud kepada manusia, maka seorang istri harus sujud kepada suami". Di Hadis lain Rasul juga bersabda: "Layanilah suamimu sekalipun di atas punggung onta". Dan banyak Hadis lain yang memebrikewajiban bagi istri untuk menjunjung tinggi harkat martabat suaminya. Menyenangkan hati suami dengan perkataan adalah sebagian saja dari kewajiban itu. Saya kira si Ulama lebihmpaikannya kepada si Istri yang "baik".
    Kemudian, dengan menceraikan dan harus mencari pengganti, tentu sajatidak ada jaminan beroleh istri yang lebih baik dari yang diceraikannya. Sebab, hanya Allah swt, yang tahu itu.
    Kesimpulan saya: tindakan si Ulama dengan menganggap prilaku istrinya adalah cobaan dari Allah adalah suatu kearifan.
    Kearifan hidup, memang tidak mudah diperoleh. Terkdang Allah swt. memberi jalan yang mesti kita tempuh agar kita lebih dewasa dan bertaqwa. berbagai cobaan diberikanNya kepada kitawalau sering pahit dan pelik, toh tidak semua kita bsia belajar dari rintangan. Sikap istri, mnurut saya adalah fakta terdekat yang kerap dihadapkan Allah kepada kita untuk memperkuat mental kita sebagai suami dan ayah anak-anak kita. Dalam setiap moment, dalam setiap dialog--pada ksempatan kita sekadar mencari tempat untuk dimengerti--sering juga yang kita terima justru ucapan-ucapan yang membuat hatis tergetar, pedih. Saat itu, sebagai suami kerpa juga kita emosi, lantas bertengkar.Padahal, jika mau jujur,ilmu mengalah sebagai bagian dari sabar tiba-tba hilang. Semua ini cobaan.
    Bagi saya, seorang istri tidak sekadar pelayan dan pendamping suami.Istri adalan tink tank yang menyiapkan kemudahan bagi masa depan generasi kita, anak-anak kita untuk berkompetisi di kehidupan yang, mungin jauh lebih sulit. Untuk mnejejekkan kaiki di masa depan yang tak asti itu, peran istri--ibu anak-anak kita--sesuatu yang musykil. Tanggungjawab dan peran spektakuler itu, akan terasa janggal jika kita distorsi dengan respon yang fatal. perceraian. pertanyannya: Setajam apasih mulut istri si Ulama itu? Jika masih normal, saya kira setiap wanita punya dalih untuk mengatakan sesuatu. Toh, saya hanya bsia mengomentari sikap yang tak terlalu mengenali kasus utuh.

    Yang penting saya kira, sebagai seorang suami si Ulama harus tetap berupaya bijak memberikan nilai-nilai pendidikan secara persuasi kepada istrinya dengan tetap bersabar dan bersyukur. Artinya, kita tetap bsia berpegang teguh pada firmanNya: "Sesengguhnya Allah akan menunjuki orang-orang yang sabar". Allohu Allam Bissyawab!
    Salam,
    Wahyudi El Panggabean
    Pekanbaru

    BalasHapus