kepada hati yang diremukkan.....
sumber;
www.nadhiv.wordpress.com...
ada tergores luka di ujung cinta
ada torehan perih di tepian kasih
ilhamkan selembar kata: benci
di lorong kalbu timbul sebuah pahatan tanda tanya
benarkah cinta itu indah?
ombak di laut menggeleng: aku tak mengerti
embun pun menjawab: tak ada dalam catatanku.
bangku kelas 3, MTs negeri tuban
==============
demi Allah, tidak ada niat untuk membuka luka lama dengan terpajangnya coretan masa kecil di atas. aku sudah menghapus semuanya, tanpa sisa. tak ada lagi benci, sungguh.
aku hanya ingin berbagi dengan seorang tetangga, yang hatinya baru saja diremukkan. aku sendiri sulit membayangkan bagaimana perih dan sakitnya, hanya bisa mengira-ngira. karena, sebagaimana terbaca dalam coretan di atas, aku pun pernah terluka, meski dengan derajat yang jauh lebih rendah dan pada usia yang jauh lebih mentah.
pernikahan tetanggaku itu hanya kurang beberapa lagi. aneka kue dan penganan sudah dibuat untuk merayakan hari bahagianya. para kerabat, handai taulan, tetangga, sahabat, dan orang-orang terdekat lainnya sudah dikabari. tapi siapa sangka, calon mempelai putri tiba-tiba membatalkan rencana pernikahan itu, dengan alasan sadis: dia memiliki calon suami yang lain!!
dan benarlah, belum genap seminggu yang lalu, kira-kira satu setengah bulan dari pembatalan pernikahan itu, perempuan itu melangsungkan pernikahan dengan calon suami yang lain yang dimaksudkannya itu, menyempurnakan remuk redamnya hati. ohh..
aku jadi teringat dongeng tentang putri kediri dan mesosuro, yang pernah diceritakan mak sukini, ibu kosku.
mesosuro, manusia sakti berkepala sapi, berniat melamar putri kediri, yang cantik rupawan. sebagaimana dalam dongeng-dongeng serupa, sang putri memberikan syarat aneh-aneh pada pelamarnya. dia meminta mesosuro membuatkannya bengkung jagat, semacam selendang untuk mengikat bumi. dengan kesaktiannya, mesosuro mampu mengabulkan permintaan itu. tapi sang putri belum puas. ia minta syarat lain: buat sumur.
nah, di saat mesosuro berusaha keras menyelesaikan tugasnya menggali sumur itulah, dari atas, putri kediri mengurugnya dengan tanah dan batu. terkuburlah mesosuro hidup-hidup di tangan orang yang dicintainya dalam usahanya mempersembahkan apa yang justru diminta pujaan hatinya itu. luka tidak hanya di hatinya, tapi juga jasadnya.
namun, sesakit apapun, itu hanya dongeng; sementara apa yang dialami tetanggaku bukan. ia ada dalam realita. lukanya nyata.
…
…
entah apa maksud Tuhan ketika membiarkan hati hambaNya terluka. tapi aku percaya, selalu ada hikmah dalam setiap musibah. dalam kasus tetanggaku ini, bisa jadi bahwa semua ini hanya skenarioNya untuk mempertemukannya dengan isteri yang jauh lebih baik, entah di dunia atau di akhirat kelak. bisa jadi pula ini adalah skenarionaNya untuk “menyelamatkannya” dari rumah tangga yang menyesakkan dada (andai ia jadi menikah dengan wanita yang menyakitinya itu).
“tetapi mengapa mesti dengan cara seperti ini?”, begitu mungkin tanyanya, sebagaimana aku dulu. tentu hanya Tuhan yang tahu jawabnya. yang aku tahu hanyalah bahwa seringkali justru penderitaanlah yang membuat kita semakin kuat menghadapi berbagai kemungkinan. bahkan jika kita belajar pada alam, justru penderitaan adalah sarana penyempurnaan. bukankah bayi kupu-kupu harus mati-matian berjuang untuk keluar dari lubang sempit kepompongnya semata agar sayap-sayapnya nantinya kuat untuk membawanya terbang mengelilingi taman? bukankah tanah harus diluku dan dibajak dulu agar bisa menyuburkan tanaman? bukankah emas harus digosok keras-keras dulu agar bisa berkilauan?
tokoh gertruida dalam novel parijs van java dengan indahnya merenung,
“barangkali kehidupanku yang sesungguhnya harus diawali dengan kegetiran supaya aku bisa menghargai pengalaman kemenangan”
maka kepada siapapun yang disakiti, dilukai, dan diremukkan hatinya, aku bersimpati dan mengajak menikmati, sesusah apapun itu. jangan, jangan bunuh diri.
sumber:http://nadhiv.wordpress.com/20... -diremukkan/
www.nadhiv.wordpress.com...
==
Sabtu, 01 Agustus 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar