BEBERAPA SIFAT DAN ADAB ORANG YANG MERUQYAH DENGAN RUQYAH YANG SYAR’I
Oleh
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin
Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Sifat-sifat dan adab-adab bagaimana yang seharusnya dilakukan oleh orang yang meruqyah?
Jawaban
Bacaan ruqyah tidak akan berguna terhadap orang yang sakit kecuali dengan beberapa syarat.
Syarat Pertama
Pantasnya orang yang meruqyah adalah seorang yang baik, shalih, kosisten (istiqomah), memelihara shalat, ibadah, dzikir-dzikir, bacaan, amal-amal shalih, banyak melakukan kebaikan, jauh dari perbuatan maksiat, bid’ah, kemungkaran-kemungkaran, dosa-dosa besar dan kecil, berusaha selalu makan yang halal, khawatir dari harta yang haram, atau syubhat, karena sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Perbaikilah makananmu, niscaya kamu menjadi orang yang do’anya terkabul” [HR Ath-Thabrani di dalam Al-Ausath sebagaimana di dalam Majma Al-Bahrain 5026]
“Artinya : Beliau menyebutkan seseorang yang melakukan perjalanan jauh, (rambut) kusut, berdebu, mengulurkan tangannya ke langit seraya (berkata) wahai Rabbku, wahai Rabbku, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, diberi makanan dengan yang haram, maka bagaimana bisa dikabulkan karena hal itu” [HR Muslim kitab Az-Zakah 1015]
Makanan yang halal termasuk di antara penyebab dikabulkan do’a. Diantaranya lagi adalah tidak menentukan upah atas orang yang sakit, menjauhkan diri dari mengambil upah yang lebih dari kebutuhannya. Maka semua itu lebih mendukung kemanjuran ruqyahnya.
Syarat Kedua
Mengenal ruqyah-ruqyah yang dibolehkan berupa ayat-ayat Al-Qur’an seperti Al-Fatihah, Al-Mu’awwidzatain, surah Al-Ikhlas, akhir surah Al-Baqarah, permulaan surah Ali-Imran dan akhirnya, ayat Kursyi, akhir surah At-Taubah, permulaan surah Yunus, permulaan surah An-Nahl, akhir surah Al-Isra, permulaan surah Thaha, akhir surah Al-Mu’minun, permulaan surah As-Shaffat, permulaan surah Ghafir, akhir surah Al-Jatsiyah, akhir surah Al-Hasyr. Dan diantara do’a-do’a Al-Qur’an yang disebutkan terdapat dalam Al-Kalim Ath-Thayyib dan seumpamanya, disertai meludah sedikit setelah membaca, dan mengulangi ayat tersebut sebagian tiga kali umpamanya, atau lebih banyak lagi.
Syarat Ketiga
Orang yang sakit adalah orang yang beriman, shalih, baik, taqwa, konsisten (istiqomah) atas agama, jauh dari yang diharamkan, maksiat, sifat aniaya, karena firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Dan kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim selain kerugian” [Al-Isra : 82]
Dan firman-Nya
“Artinya : Katakanlah, Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al-Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka” [Fushshilat : 44]
Biasanya tidak begitu berpengaruh terhadap ahli maksiat, meninggalkan kewajiban, takabbur, sombong, melakukan isbal (menjulurkan pakaian hingga menutup mata kaki, -pent) mencukur jenggot, ketinggalan shalat dan menundanya, melalaikan ibadah dan seumpama yang demikian itu.
Syarat Keempat.
Orang yang sakit meyakini bahwa Al-Qur’an adalah penawar, rahmat, dan obat yang berguna. Apabila ia ragu-ragu, maka hal itu tidak ada gunanya. Misalnya ia berkata, “Cobalah ruqyah. Jika bermanfaat, alhamdulillah dan jika tidak bermanfaat juga tidak apa-apa”. Tetapi ia harus yakin dengan mantap bahwa ayat-ayat tersebut benar-benar bermanfaat dan sesungguhnya ayat-ayat itulah yang merupakan penawar yang sebenarnya, sebagaimana yang dikabarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka, apabila syarat-syarat ini telah terpenuhi, niscaya bermanfaat dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala
TIDAK BOLEH MEMBUKA TEMPAT PRAKTEK PEMBACAAN RUQYAH
Oleh
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Apa pendapat Syaikh tentang orang yang membuka praktek pengobatan dengan bacaan ruqyah?
Jawaban
Ini tidak boleh dilakukan karena ia membuka pintu fitnah, membuka pintu usaha bagi yang berusaha melakukan tipu muslihat. Ini bukanlah perbuatan As-Salafush Shalih bahwa mereka membuka rumah atau membuka tempat-tempat untuk tempat praktek. Melebarkan sayap dalam hal ini akan menimbulkan kejahatan, kerusakan masuk di dalamnya dan ikut serta di dalamnya orang yang tidak baik. Karena manusia berlari di belakang sifat tamak, ingin menarik manusia kepada mereka, kendati dengan melakukan berbagai hal yang diharamkan. Dan tidak boleh dikatakan. “Ini adalah orang shalih”, karena manusia mendapat fitnah, semoga Allah memberi perlindungan. Walaupun dia seorang yang shalih maka membuka pintu itu tetap tidak boleh.
[Al-Muntaqa min Fatawa Alu Fauzan, Jilid II hal. 148]
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Penerjemah Amir Hamzah dkk, Penerbit Darul Haq]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar