Senin, 28 September 2009

Menggunjing (Ghibah)

Kalian semua harus memakai turban (menunjuk pada jemaah pria--red). Lihat! Dia memakai turban… lalu mana turbanmu? Ambil!

Kalian mendengar suara kucing itu? (kucing yang sedang berkelahi di atas genting--red). Seperti itulah yang terjadi bila kita bertengkar satu sama lain, bahkan lebih buruk daripada itu. Malaikat mendengar suara itu, demikian pula dengan Awliya. Kalian dengar bagaimana mereka saling berteriak satu sama lain.

Sebuah Hadits Rasulullah e berbunyi, “Barangsiapa yang mengunjing saudara atau saudarinya, siapa pun yang saling menggunjing… bau dari gunjingan itu sangat berbahaya.” Oleh sebab itu Rasulullah e melarang keras bergunjing.

Suatu saat Grandsyaikh Abdullah Fa’iz ad-Daghestani k memberi gambaran tentang gunjingan ini. Beliau berkata bahwa ketika seseorang meninggal dan dia dimasukkan ke dalam kuburnya, maka semua gunjingan yang telah diperbuat selama hidupnya akan dibawa serta, dan Allah I menciptakan bau busuk dari gunjingan tersebut. Bila selama hidupnya dia telah menggunjing sebanyak 100 kali, dia akan membawa 100 bau; bila 200—200 bau dan bila sejuta—dia akan membawa sejuta bau ke dalam kuburnya.

Allah I mengirimkan bau itu ke dalam kuburnya. Grandsyaikh berkata bahwa jika Allah I melepaskan satu bau itu ke dunia, maka tak satu pun makhluk dapat hidup di bumi, manusia dan makhluk lainnya akan mati bagaikan terkena reaksi berantai dari bom atom.

Dan Allah I menciptakan binatang buas dari bau-bau itu yang akan menyerang tubuh yang terbaring di sana . Bayangkan, bagaimana keadaan orang itu jika satu bau saja (bila dilepaskan ke dunia) dapat memusnahkan semua makhluk di bumi. Bagaimana dengan jutaan bau yang dikirimkan Allah I kepada orang itu di kuburnya. Bagaimana efek yang terjadi pada orang yang jiwanya dikembalikan ke tubuhnya selama dia berada dikuburnya. Dia akan mengalami hukuman dan siksa kubur yang berasal dari bau itu dan dari binatang yang diciptakan Allah I dari bau tersebut.

Grandsyaikh bercerita bahwa suatu ketika beliau pergi menuju makam Sayyidina Muhyiddin Ibnu Arabi k di Jabal Qasyun mengendarai kereta kuda (pada waktu itu, jauh di masa lampau). Beliau dan seorang Syaikh lainnya yang biasa dipanggil Abdul Wahab Salahi duduk di kereta kuda menuju ke makam Sayyidina Muhyiddin Ibnu Arabi k. Tiba-tiba muncul seseorang yang menghentikan kuda penarik kereta mereka dan orang itu berkata, “Assalamu’alaykum!” Mereka membalas, “Wa alaykum salaam!” lalu dia berkata lagi kepada keduanya, kali ini pembicaraan atau ucapannya diarahkan kepada Abdul Wahhab Salahi, sambil menoleh kepada Grandsyaikh, Syaikh Abdullah Fa’iz ad-Daghestani k, “Apakah dia Syaikhmu? Atau engkau Syaikhnya?” Abdul Wahhab Salahi menjawab, “Dia bukan Syaikhku dan Aku bukan Syaikhnya.” Tiba-tiba orang itu menghilang. Abdul Wahhab Salahi menoleh ke sana ke mari, “Ke mana dia pergi?” “Dia muncul dengan tiba-tiba dan tiba-tiba menghilang. Dia tidak berada di sini lagi.” (Ketahuilah bahwa) Awliya menampakkan dirinya kepada orang-orang yang tulus. Grandsyaikh dan Abdul Wahhab Salahi, keduanya adalah orang-orang yang tulus sehingga Awliya menampakkan dirinya kepada mereka. Tetapi sekarang orang-orang berkata, “Mana Awliya… mana?” Khususnya dengan mentalitas baru yang tidak percaya kepada karomah. “Di mana Awliya…?” Kalian jatuh ke dalam lubang yang penuh dengan kotoran dan kalian berkata, “Mana Awliya?” Bagaimana mungkin kalian akan melihatnya? Kalian harus menjadi orang yang tulus untuk bisa bertemu dengannya.

Mereka bertanya kepada Ibu Firdaus, “Di mana Awliya? Apa itu Awliya? Kami tidak melihat apa pun.” Mereka bertanya kepada kalian, “Mana…mana Awliya, kami tidak melihat apa-apa.” Karena mereka tidak percaya, Awliya tidak akan menampakkan dirinya kepada mereka. Awliya tidak akan menunjukkan keajaibannya kepada mereka, tetapi kepada orang-orang yang percaya, seperti Ibu Firdaus, seperti anda dan seperti orang-orang yang hadir di sini, mereka akan menjumpai keajaiban dalam setiap gerakan yang dilakukan oleh Syaikh.

Ketika Saya masih muda, setiap gerakan dari Grandsyaikh Syaikh Abdullah Fa’iz ad-Daghestani k dan Maulana Syaikh Muhammad Nazhim al-Haqqani k ketika itu, ketika Saya masih sangat muda… dalam setiap gerakan mereka, Saya melihat suatu karomah.

Karena ketika kalian mempunyai keyakinan, mereka akan mempelihatkannya kepadamu. Ketika kalian yakin dengan apa yang kalian kerjakan, mereka akan memperlihatkannya (karomah-red) kepadamu. Bila kalian tidak mempunyai keyakinan seperti ini, untuk apa mereka menunjukkannya kepada kalian. Sebab kalian tidak menghargai berlian, Awliya hanya akan memberi kalian permen dan kalian sudah puas dengan itu. Mereka tidak memberi kalian gula, melainkan pemanis buatan yang berkalori rendah, tidak berenergi dan tidak berarti apa-apa. Barang siapa yang sakit, ambilah pemanis buatan itu, kalian tahu, ini tidak akan membuat gemuk. Tetapi bagi mereka yang kuat, Awliya akan memberikan gula yang berenergi, artinya mereka memberi dukungan penuh kepadanya.

Abdul Wahhab Salahi adalah seorang yang tulus, mukhlis sehingga Wali muncul di hadapannya; tetapi dia belum mencapai tingkat yang sempurna, sehingga ketika dia mengatakan, “Dia bukan Syaikhku dan Aku bukan Syaikhnya,”--Wali itu langsung menghilang, tidak menyukainya. Dia berkata, “Wahai Syaikh Abdullah k! Orang itu menghilang… siapa dia?” Syaikh Abdullah k menjawab, “Tidak! Orang itu tidak menghilang, dia masih berdiri di sana … buktinya lihat! Dia menarik kuda itu dan sekarang keretanya mulai bergerak. Abdul Wahhab Salahi melihat kuda itu bergerak, tali kekangnya tertarik tetapi dia tidak melihat orang yang menariknya… dan kereta pun mulai berjalan.

Abdul Wahhab Salahi berkata, “Mengapa dia lenyap?” Syaikh Abdullah k menjawab, “Dia tidak menyukai ucapanmu.” Syaikh Abdullah k berkata bahwa Wali-Wali itu sangat suci, bila mereka mencium bau busuk sedikit saja, mereka akan menghindar. “Ketika engkau mengatakan bahwa engkau bukan Syaikhku dan Aku bukan Syaikhmu—dia mencium adanya aroma kesombongan dalam ucapanmu, itulah sebabnya dia menghilang. Dan ini bukan merupakan gunjingan. Ini hanyalah ucapan biasa yang dapat diucapkan oleh siapa saja, namun tetap saja ucapan itu mengundang bau busuk di hadapan Awliya. Apa salahnya jika engkau berkata, ‘Ya dia adalah Syaikhku,’ apa ruginya? Engkau tidak kehilangan apa-apa, engkau melangkahi egomu… tetapi karena kesombongan diri, engkau berkata, “Tidak, dia bukan Syaikhku.” (Sebab Abdul Wahhab Salahi berkata, “Syaikhku dan Syaikhnya adalah satu, yaitu Syaikh Syarafuddin k.”) Apa salahnya untuk bilang bahwa dia adalah Syaikhku, apa ada masalah?

Jika mereka bertanya kepadamu, “Apakah Berny Syaikhmu?” “Ya, dia adalah Syaikhku,” apa ada masalah? Jika mereka bertanya kepadamu, “Apakah Bubby Syaikhmu?” “Ya, dia adalah Syaikhku.” Jika mereka bertanya kepada Saya, “Apakah Haji Mustafa, Pak Mus adalah Syaikhmu?” “Ya, tentu saja, Saya mencium tangannya dan Saya mencium kakinya.” Tidak ada masalah!

Bau dari percakapan tadi membuat Wali itu pergi. Bagaimana menurut kalian, pada saat kita sedang shalat dan mengucapkan “Allahu Akbar” lalu muncul ratusan dan ribuan kekhawatiran atau gosip yang dibisikkan Setan ke telinga kita dan kita memikirkannya, “Oh, Mustafa adalah orang yang tidak baik, Oh Berny yang paling buruk, Oh Bubby gila, Oh Bapak dan Ibu Firdaus… Aku tidak mau makan dari makanan mereka. “ Ini dan itu… dan orang-orang mulai mempunyai gosip dalam pikirannya. Bagaimana malaikat akan membawa shalatmu ke Hadirat Allah I, jika mereka pergi karena mencium bau busuk ini? Artinya shalat kalian tetap berada di tempat, tidak diterima (oleh Allah I)… shalat itu hanya diterima sebagai ibadah fardu, artinya kalian memang mengerjakan kewajiban kalian… tetapi itu tidak diterima sebagai ibadah yang sempurna. Dia tetap berada di tempatnya. Untuk itulah kita harus berhati-hati agar tidak membawa isu-isu yang telah terjadi sebelumnya dan menyebarkannya mulai dari satu kepada yang lain sehingga menjadi gunjingan.

Allah I adalah SATTAR, Maha Menyembunyikan. Allah I Maha Mengetahui segala perbuatan kalian, perbuatan baik maupun buruk. Dan Dia tidak melepaskan atau mengeksposnya kepada orang lain. Dia melindungi dan tidak membiarkan kalian terekspos bagi orang lain. Tetapi manusia adalah seburuk-buruk pengekspos kesalahan orang lain. Grandsyaikh melukiskan mereka bagaikan seekor lalat hitam yang selalu pergi ke tempat-tempat yang kotor. Di mana ada sampah, kotoran, WC, toilet, atau apa pun yang kotor kalian akan menjumpai lalat-lalat ini beterbangan. Seperti halnya surat kabar dan majalah-majalah ini. Mereka mengejar setiap orang, menggoyang kehidupan mereka, apa yang mereka lalukan terhadap istrinya,… dia menipunya… dia tidak menipunya… dia nikah 10 kali, 100 kali, 5 kali… apa saja usaha mereka… apa yang mereka lakukan… koran dan majalah sangat senang mengambil apa saja, bahkan sampai hal-hal yang terkecil untuk menciptakan fitna dan kebingungan di negri ini.

Grandsyaikh memberi ilustrasi (semoga Allah I mensucikan jiwanya ketika menerangkan hal ini). Seperti orang yang mempunyai hewan-hewan ternak di kebunnya, biri-biri, lembu dan hewan lainnya; kemudian dia melihat kebun tetangganya dan berkata, “Lihat! Banyak nyamuk di pohonmu,” sementara itu dia sendiri melupakan kebunnya yang kemasukan binatang buas dan mulai memangsa semua biri-biri dan lembunya, tetapi dia lebih memperhatikan nyamuk-nyamuk yang terbang di kebun tetangganya.

Jadi kalian harus mengetahui bahwa gunjingan semacam ini adalah hal terlarang. Dan jika kita mampu, kita akan terus menggunjing semua orang bahkan sampai Nabi Adam u. Ini adalah tabiat alami manusia dan jalan satu-satunya untuk menyelamatkan dirimu dari gunjingan ini adalah melalui disiplin thariqat, di mana kita diharuskan untuk membaca “Ya Shamad” 500 kali setiap hari (setelah shalat syukur—red). Catatan penerjemah: Mengucapkan Nama “Ya Shamad” “Wahai Zat Tempat Meminta” esensinya adalah untuk memangkas bibit-bibit keburukan yang secara alami ada pada setiap orang.

Mereka berkata, “Mengapa kalian membutuhkan pemandu, mengapa kalian membutuhkan seorang Syaikh?” Seorang Syaikh adalah pembimbing kalian, dia akan mengatakan kepadamu apa yang harus kalian lakukan dan bagaimana cara menghindari gunjingan seperti ini, kalau tidak kalian akan lihat bahwa setiap orang saling menggunjing satu sama lain. Sekarang, orang-orang dengan keyakinan tertentu bertanya, “Mengapa kalian memerlukan seorang Syaikh? Mengapa kalian membutuhkan pembimbing?” Bagaimana kalian akan mempelajari hal-hal seperti ini tanpa seorang pembimbing, seorang Syaikh? Kalian akan tetap menggunjing orang lain.

Semoga Allah I memaafkan kita, semoga Allah I memberi dukungan kepada kita, semoga Allah I membimbing kita ke jalan yang benar, jalur yang benar dari sunnah Nabi e. Rabbanaa taqabbal minna bi hurmatil habib bi hurmatil faatiha. Taqabballaah.

Siapa Syaikhmu?…setiap orang…

Wa min Allah at taufiq

Maulana Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani

Jakarta , Februari 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar