Jumat, 16 Oktober 2009

Hukum Berobat Kepada Dukun

HUKUM BEROBAT KEPADA DUKUN


Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta.



Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Saya menikah dengan seorang gadis yang ditinggal mati ibunya serta tidak berpendidikan. Pernikahan ini dilaksanakan pada Idul Fitri tahun 1403H. Di permulaan bulan Dzulhijjah, ia menderita penyakit kejiwaan dengan cara menangis, menangis keras, dan terkadang (suaranya) meninggi hingga berupa teriakan dan ratapan. Lalu ayahnya menjemputnya ke rumahnya dan mendatangkan dukun untuk mengobatinya. Lalu dukun itu mengobatinya dengan asap-asap yang berbau busuk. Dukun itu memerintahkan untuk menahannya (memasungnya) selama bulan Muharram di kamar yang gelap dan mereka menamakan pengobatan ini 'al-hajabah'. Semua ini terjadi tanpa persetujuan saya. Lalu dia sembuh dan tinggal di rumah keluarganya selama dua bulan, Shafar dan Rabi'ul Awal. Lalu ia kembali ke rumah saya dia awal bulan Rabi'uts Tsani, lalu kumat lagi penyakitnya. Sekarang saya mengobatinya kepada dokter spesialis jiwa (psikolog) yang mengobatinya dengan Al-Qur'an dan do'a-do'a yang matsur ditambah pengobatan lainnya, namun keluarganya tidak puas dan ingin mengobatinya kepada salah seorang dukun. Keluarganya menghalangi saya membacakan Al-Qur'an atasnya apabila penyakitnya kumat. Karena sang dukun memberitahukan mereka bahwa sayalah penyebab bertambah parah penyakitnya, karena saya membacakan Mu'awwidzatain dan ayat Kursi kepadanya. Bagaimanakah sikap yang harus saya ambil, apabila ayahnya membawanya ke dukun yang lain ? Saya mengharap bantuan dengan memberikan jawaban secepat mungkin.

Jawaban
Anda telah melakukan yang terbaik dengan mengobatinya memakai ayat-ayat Al-Qur'an dan meruqyahnya dengan do'a-do'a Nabi yang ma'tsur. Akan tetapi haram hukumnya berduaan laki-laki bukan mahram yang meruqyah dengan istri anda. Haram atasnya (istri anda) membuka auratnya di hadapannya raqi yang bukan mahramnya atau meletakkan tangannya (raqi) atas istri anda. Andaikan langsung anda yang mengobatinya, atau salah seorang mahramnya, niscaya lebih terjaga. Kami berpendapat agar anda mengobatinya juga di rumah sakit dan seumpanya kepada dokter spesialis jiwa, sesungguhnya dia ahli dalam bidang pengobatan penyakit ini.

Adapun membawanya ke dukun-dukun dan pergi besamanya kepada mereka untuk pengobatan jelas dilarang berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Siapa yang mendatangi peramal/dukun, lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, niscaya shalatnya tidak diterima selama empat puluh hari". [1]

Dan karena sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Siapa yang mendatangi dukun, lalu membenarkan ucapannya, berarti ia telah kufur dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad".[2]

Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan taufiq kepada semuanya untuk mengikuti kebenaran, berpegang dengannya dan meninggalkan menyalahi kebenaran.

Semoga rahmat dan kesejahteraan Allah tercurah atas Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

[Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyah No. 26, hal 118-119 & Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Musthofa Aini dkk, Penerbit Darul Haq]
_________
Foote Note
[1]. Hadits Riwayat Muslim, kitab As-Salam 2230
[2]. Hadits Riwayat At-Tirmidzi, kitab Ath-Thaharah 135, Ibnu Majah, kitab Ath-Thaharah 639, Ahmad dalam Al-Musnad 9252

Hukum Orang Yang Tidak Percaya Bahwa Al-Qur'an Mengandung Penawar

HUKUM ORANG YANG TIDAK PERCAYA BAHWA AL-QUR'AN MENGANDUNG PENAWAR


Oleh
Syaikh Abdullah bin Abdurahman Al-Jibrin




Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Abdurahman Al-Jibrin ditanya : Bagaimana hukum orang yang tidak percaya bahwa Al-Qur'an mengandung penawar bagi manusia dan menganggap yang demikian termasuk khurafat, dan sesungguhnya pengobatan itu harus merupakan perkara-perkara yang berkaitan materi, maksudnya lewat jalur dokter-dokter saja ?

Jawaban
Ini adalah keyakinan batil, bertabrakan dengan nash-nash Al-Qur'an dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman". [Al-Isra : 82]

Dan firmanNya.

"Artinya : Katakanlah, Al-Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman". [Fushshilat : 44]

Dan seperti ruqyah seorang sahabat untuk orang yang digigit (binatang berbisa) dengan ummul Qur'an (Al-Fatihah), lalu ia bangkit terus berjalan dan tidak ada lagi padanya qalbah [1] dan banyak contoh selain demikian. Berdasarkan pengalaman, sesungguhnya ada beberapa penyakit yang sangat sukar bagi pakar kedokteran yang mengobati dengan beberapa cara berdasarkan berupa jarum, pil dan operasi. Kemudian ditangani oleh ahli ruqyah yang baik serta ikhlas, maka ia bisa sembuh dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Banyak para dokter yang mengingkari sentuhan jin dan merasukinya terhadap manusia, mengingkari tindakan sihir dan impikasinya terhadap yang kena sihir, pengingkaran terhadap penyakit 'ain, karena tidak jelas penyebab penyakit-penyakit ini, dokter tidak bisa mengungkapnya dengan sama'ah (alat pendengaran)nya, atau mikroskop, atau sinaran. Lalu ia memutuskan bahwa manusia itu sehat jasmani padahal ia menyaksikannya jatuh dan pingsan, ditambah lagi perasaan pasien dengan berbagai rasa sakit yang tidak nampak, menggelisahkannya, merobohkan pembaringannya, dan membuatnya tidak bisa tidur nyenyak serta badan tidak bisa istirahat.

Kemudian apabila ditangani dengan ruqyah syar'iyah, niscaya hilanglah rasa sakit dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tetapi para qurra (ahli ruqyah) berbeda-beda pengetahuannya tentang do'a-do'a, wirid-wirid, serta ayat-ayat yang dibaca dalam ruqyah. Seperti ini pula kemurnian i'tiqad raqi, keikhlasannya, kebersihan niatnya, dan jauhnya dari perkara-perkara syubhat. Demikian pula kondisi orang yang diruqyah harus memiliki tauhid, amal shalih, agama yang lurus, terhindar dari perbuatan maksiat dan yang diharamkan, sesungguhnya semua itu memberikan pengaruh dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala.

[Fatawa Syaikh Abdullah Al-Jibrin yang beliau ditanda tangani]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Penerbit Darul Haq]
_________
Foote Note
[1]. Qalbah : rasa sakit yang mengakibatkan berbolak balik diatas kasur. Dikatakan : asalnya dari qulab, dibaca dengan dhammah qaf, yaitu penyakit yang menimpa unta, lalu bertahan di jantungnya hingga mati pad hari itu. Hingga di sini dari Al-Fath 10/221. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Al-Bukhari, kitab Ath-Thibb 5749 dan Muslim kitab As-Salam 2201

Pengobatan Dengan Ruqyah Untuk Penyakit Jiwa

PENGOBATAN DENGAN RUQYAH UNTUK PENYAKIT JIWA


Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin



Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah seorang mukmin bisa menderita sakit jiwa? Apakah obatnya secara syara? Perlu diketahui bahwa pengobatan modern mengobati penyakit-penyakit ini hanya dengan obat-obatan masa kinisaja?

Jawaban
Tidak disangsikan lagi bahwa manusia bisa mederita penyakit-penyakit jiwa berupa hamm (sakit hati) terhadap masa depan huzn (duka cita) terhadap masa lalu. Penyakit-penyakit kejiwaaan lebih banyak mempengaruhi tubuh dari penyakit-panyakit anggota tubuh. Pengobatan penyakit-penyakit ini dengan perkara-perkara syar’iyah (ruqyah) lebih manjur daripada pengobatannya dengan obat-obatan yang bisa digunakan.

Di antara obat-obatnya adalah hadits shahih Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu. :

“Artinya : Tidak ada seorang mukmin yang menderita hamm, atau, ghamm, atau duka cita, lalu ia menjawab, ‘Ya Allah’ sesungguhnya aku adalah hambaMu, anak hamba laki-lakiMu, anak hamba perempuanMu, ubun-ubunku di tanganMu, berlalu hukum Engkau padaku, qadhaMu sangat adil padaku, aku memohon kepadaMu dengan segala nama yang Engkau namakan diriMu dengannya, atau Engkau beritahu kepada seseorang makhlukMu, atau Engkau turunkan dalam kitabMu, atau hanya Engkau yang mengetahuinya dalam ilmu ghaib di sisiMu, jadikanlah Al-Qur’an sebagai penyejuk hatiku, cahaya dadaku, penerang duka citaku, dan hilangnya hamm (sakit hati)ku. Melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala melapangkan darinya” [HR Ahmad dalam Al-Musnad 3704-4306]

Ini termasuk pengobatan secara syara. Demikian pula seorang manusia membaca.

“Artinya : Tiada ilah (yang berhak diibadahi) selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang yang berbuat aniaya” [HR At-Tirmidzi, Ad-Da’awt 3505 dan Ahmad no. 1465]

Siapa yang meginginkan tambahan lagi, rujuklah (bacalah) kepada kitab yang ditulis para ulama dalam bab dzikir, seperti Al-Wabil Ash-Shayyib karya Ibnul Qayyim, Al-Kalim Ath-Thayib karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Al-Adzkar oleh An-Nawawi, demikian pula Zad Al-Ma’ad karya Ibnul Qayyim.

Tetapi, manakala iman lemah, niscaya lemahlah penerimaan jiwa terhadap obat-obat syar’iyah. Sekarang manusia lebih banyak berpegang kepada obat-obatan nyata daripada berpegang mereka terhadap obat-obatan syar’iyah. Dan manakala iman kuat, niscaya obat-obatan syar’iyah memberikan implikasi secara sempurna, bahkan implikasinya lebih cepat dari pada pengaruh obat-obatan biasa. Sangat jelas bagi kita semua cerita seseorang yang diutus Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu pasukan (sariyah). Lalu mereka singgah di suatu kaum bangsa Arab. Tetapi kaum/suku yang mereka singgahi tidak memberikan jamuan kepada para sahabat. Maka, Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki pemimpin kaum tersebut di gigit ular.

Sebagian mereka berkata kepada yang lain, “Pergilah kepada mereka yang telah singgah/mampir, mungkin saja kalian mendapatkan ahli ruqyah di sisi mereka”. Para sahabat berkata, “Kami tidak akan meruqyah pimpinan kalian, kecuali kalau kalian memberikan kepada kami kambing sebanyak begini dan begini”. Mereka mejawab, “Tidak mengapa”. Lalu salah seorang sahabat pergi membacakan atas orang yang di gigit ular tersebut. Ia hanya membaca surah Al-Fatihah. Orang yang digigit ular tadi langsung berdiri,seolah-olah berlepas dari ikatan. Seperti inilah, bacaan Al-Fatihah memberikan pengaruh atas laki-laki ini; karena ia muncul dari hati orang yang penuh iman. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda setelah mereka kembali kepada beliau, “Tahukah engkau bahwa ia adalah ruqyah” [HR Al-Bukhari, kitab Ath-Thibb 5749, Muslim, kitab As-Salam 2201]

Namun di zaman kita sekarang ini, iman dan agama telah lemah. Manusia berpegang atas perkara-perkara yang terasa dan nampak. Sebenarnya mereka diuji padanya. Akan tetapi di hadapan mereka terdapat para ahli sulap dan mempermainkan akal, kemampuan, dan harta manusia. Mereka meyakini sebagai qurra (pembaca Al-Qur’an) yang bersih, namun mereka sebenarnya adalah pemakan harta dengan cara batil. Manusia berada di antara dua sisi yang kontradiktif, di antara mereka ada yang bersikap ekstrim dan tidak melihat adanya implikasi secara absolut terhadap bacaan. Ada pula yang bersikap ekstrim dan bermain dengan akal manusia dengan bacaan bohong serta menipu. Ada pula yang berada di tengah.

[Fatawa Al-Ilaj bil Qur’an wa Sunnah, Ar-Ruqa ma Yata’allahqu Biha, karya Syaikh Ibnn Baz, Ibn Utsaimin, Al-Lajnah Ad-Daimah hal. 22-24 dan fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin]

Sikap Islam Terhadap Para Dokter Umum, Mendiagnosa Penyakit Bahwa Ia Kerasukan Jin

SIKAP ISLAM TERHADAP PARA DOKTER UMUM


Oleh
Syaikh Abdullah bin Abdurahman Al-Jibrin



Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Abdurahman Al-Jibrin ditanya : Bagaimana sikap Islam terhadap para ahli pengobatan (dokter umum) ?

Jawaban
Diriwayatkan dalam hadits.

"Artinya : Allah tidak menurunkan penyakit melainkan Dia menurunkan obat baginya, diketahui oleh orang yang mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak mengetahuinya".[1]

Para dokter tersebut bekerja berdasarkan eksperimen terhadap obat-obatan ini, dan mereka merujuk kepada buku-buku kedokteran yang telah dihimpun oleh para ahli kedokteran. Ini merupakan salah satu jenis ilmu pengetahuan yang sangat banyak. Sejak masa kenabian, sudah ada sekelompok orang yang ahli pada bidang ini, dan masa sebelumnya dan sesudahnya. Mereka mengenal susunan obat-obatan dan keistimewaan setiap obat, serta cara penggunaannya, disamping keyakinan mereka bahwa hal itu adalah penyebab kesembuhan, dan sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah yang menjadikan segala sebab (musabbib al-asbab).

Atas dasar inilah tidak mengapa mempelajari hal itu dan berobat dengannya. Penanya harus membaca Ath-Thibb An-Nabawi karya Ibnul Qayyim, karya Adz-Dzahabi Al-Adab Asy-Syar'iyah, dan karya Ibnu Muflih, kitab Tashil Al-Manafi' serta yang lainnya.

[Abdullah Al-Jibrin, Al-Kanz Al-Ummal, hal. 209]

MENDIAGNOSA PENYAKIT ORANG YANG SAKIT BAHWA IA ADALAH KERASUKAN [JIN] ATAU LAINNYA

Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Abdurahman Al-Jibrin ditanya : Mampukah orang yang melakukan ruqyah mendiagnosa penyakit orang yang sakit bahwasanya penyakitnya adalah kerasukan (jin) atau selain yang demikian itu ?

Jawaban
Sudah diketahui bahwa raqi (ahli ruqyah) yang sudah berulang kali didatangi orang yang mengalami kerasukan (jin), sihir, dan 'ain, dan ia mengobati setiap penyakit dengan pengobatan (ruqyah) yang sesuai. Sesungguhnya dia, ditambah banyaknya pengalaman, mengenal jenis-jenis penyakit jiwa atau kebanyakannya. Ia mengetahui hal itu dengan tanda-tanda yang nampak disertai pengalaman. Maka ia mengenal orang kerasukan jin dengan berubah kedua matanya, atau kuning, atau merah ditubuhnya atau seumpama yang demikian.

Pengetahuan seperti ini tidak didapatkan setiap qurra (orang yang melakukan ruqyah, -pent). Bisa saja ia mengaku mengetahui dan ternayata ucapannya tidak sesuai, karena itu dasarnya adalah Zhan Al-Ghalib (dugaan kuat), bukan berdasarkan keyakinan. Wallahu A'lam

[Fatawa Syaikh Abdullah Al-Jibrin yang beliau ditanda tangani]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Penerbit Darul Haq]
_________
Foote Note
[1]. Hadits Riwayat Al-Bukhari, kitab Ath-Thibb 5678, tanpa kalimat, "Diketahui oleh orang-orang yang mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak mengetahuinya". Ahmad meriwayatjkan dengan tambahan terebut 3568

Kategori Pengobatan Penyakit Hukum Orang Yang Pergi Kepada Dukun Dan Peramal Untuk Memperoleh Kesembuhan

HUKUM ORANG YANG PERGI KEPADA DUKUN DAN PERAMAL UNTUK MEMPEROLEH KESEMBUHAN


Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta.



Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Apa hukum orang yang datang kepada dukun, peramal atau penyihir untuk berobat apapun jenisnya ?

Jawaban
Pergi kepada dukun atau peramal tidak boleh dan bila mempercayainya, lebih besar lagi dosanya, berdasarkan sabdanya Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Barangsiapa mendatangi peramal lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama 40 hari". [Hadits Riwayat Muslim no, 2230, kitab As-Salam, dan Ahmad no. 22711]

Dalil lainnya, hadits shahih dari beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam Muslim, dari hadits Mu'awiyah bin Al-Hakam As-Sulami, yang melarang mendatangi para dukun.

Dalil lainnya, hadits yang diriwayatkan para penulis As-Sunan dan Al-Hakim dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda.

"Artinya : Barangsiapa mendatangi dukun lalu mempercayai apa yang dikatakannya, maka ia telah kafir dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad". [1]

Dan hadits-hadits lainnya dalam bab ini.

Billahit Taufiq. Semoga shalawat dan salam senantiasa Allah limpahkan atas Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya.

[Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyah, Vol. 21, hal.51 Al-Lajnah Ad-Daimah]

DIHARAMKAN PERGI KEPADA ORANG YANG MEMINTA BANTUAN KEPADA SELAIN ALLAH UNTUK KESEMBUHAN

Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta.



Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Seseorang sakit keras dan penyakitnya semakin parah. Ia sudah pergi ke semua dokter tapi Allah belum mentakdirkan kesembuhan untuk orang ini lewat tangan-tangan para dokter tersebut. Akhirnya, ia pergi kepada seseorang yang biasa bertawassul, meminta bantuan, dan bertabarruk kepada para penghuni kubur, lalu Allah mentakdirkan kesembuhan untuknya lewat tangan paganis yang suka bertawassul ini. Apakah pergi kepada orang ini diperbolehkan ? Perbuatan ini berulang-ulang beberapa kali dan orang-orang menjadikannya sebagai pelajaran serta tertanam dalam benak mereka bahwa ia bisa menyembuhkan manusia dengan apa yang dilakukannya berupa perbuatan-perbuatan menyekutukan Allah -dan kita berlindung kepada Allah-, lalu, apakah hukum agama mengenai hal itu ?

Jawaban
Diharamkan pergi kepada orang yang melakukan amalan-amalan syirik berupa berdo'a kepada penghuni kubur dan meminta bantuan kepada mereka untuk meminta kesembuhan, dengan do'a dan ruqyahnya serta sejenisnya, walaupun sebagian orang mendapatkan manfaatnya. Karena hal itu adakalanya menyelarasi takdir, tapi ia menyangka bahwa kesembuhan itu karena sebab orang ini. Adakalanya penyakitnya karena perbuatan para setan, yang menggodanya supaya bertanya kepada orang-orang musyrik dan pergi kepada mereka. Ketika ia bertanya kepada mereka, maka setan tidak mengganggunya lagi.

Billahit Taufiq. Semoga shalawat dan salam senantiasa Allah limpahkan atas Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya.

[Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyah, Vol. 27, hal.65, Al-Lajnah Ad-Daimah]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Penerbit Darul Haq]
________
Foote Note
[1]. Hadits Riwayat At-Tirmidzi no 135, kitab Ath-Thaharah, Ibnu Majah no. 639, kitab Ath-Thaharah, dan Ahmad dalam Al-Musnad no. 9252

Membacakan Ruqyah Atas Air Dan Minyak Serta Menuliskan Do'a-Do'a Dengan Za'faran

MEMBACAKAN RUQYAH ATAS AIR DAN MINYAK SERTA MENULISKAN DO’A-DO’A DENGAN ZA’FARAN

Oleh
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin




Pertanyaan
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu. Sebagian orang yang meruqyah dengan ruqyah syar’iyah, membaca ruqyah ke atas air, atau minyak, atau sebagian marahim atau karimat, atau menuliskan beberapa dzikir dengan za’faran di atas kertas, kemudian mengapungkan kertas ini di air, dan dari sana ia meminumnya atau mandi dengannya dan menamakannya dengan jimat. Apakah hukum melakukannya dan melaksanaknnya?

Jawaban
Wa’alaikumsalam warahmatullahi wa barakatuhu
Nabi Shallallahu ‘alaiahi wa sallam bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya ruqyah, tamimah dan tiwalah adalah syirik” [1]

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab berkata dalam kitab At-Tauhid, “Ruqa yaitu yang disebut pula Azimah. Ini khusus diizinkan selama penggunaannya bebas dari hal-hal syirik, sebab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan keringanan dalam hal ruqyah ini untuk mengobati ‘ain dan sengatan kalajengking”.

Telah diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Perhatikanlah kepadaku ruqyah kalian, boleh melakukan ruqyah selama tidak mengandung syirik” [2]

Dan beliau bersabda.

“Artinya : Barangsiapa dari kalian mampu memberikan manfaat kepada saudaranya, maka hendaklah ia melakukannya” [3]

Telah diriwayatkan bahwa beliau meruqyah beberapa sahabatnya dan Jibril ‘Alaiahis salam meruqyah beliau ketika disihir oleh seorang Yahudi. Beliau Shallallahu ‘alai wa sallam selalu meruqyah dirinya, meludah di kedua tangannya dan membacakan ayat kursi, Mu’awwidzatain, surah Al-Ikhlas, kemudian mengusapkan bagian tubuhnya yang bisa, memulai dengan wajah dan dadanya serta bagian tubuhnya yang di depan.

Dan diriwayatkan dari Salafush shalih membaca di air dan semisalnya, kemudian meminumnya atau mandi dengannya termasuk di antara yang meringankan rasa sakit atau menghilangkan lainnya. Karena Kalam Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah penawar, sebagaimana dalam firmanNya.

“Artinya : Katakanlah, Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman” [Fushshilat : 44]

Dan sama seperti ini membacakan di minyak atau pengoles, atau makanan. Kemudian meminumnya, atau berminyak, atau mandi dengannya. Sesungguhnya semua itu adalah penggunaan terhadap bacaan yang mubah ini, yang merupakan kalamullah dan RasulNya.

Dan tidak ada halangan pula menulisnya di kertas-kertas dan seumpamanya. Kemudian mandi dan meminum airnya, sama saja ditulis dengan air atau za’faran, atau tinta, semua itu termasuk dalam sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Boleh melakukan ruqyah selama tidak mengandung kesyirikan”

Maksudnya apabila ruqyah itu dengan menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wallahu a’lam

[Fatwa Syaikh Abdullah Al-Jibrin yang ditanda tangani]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Penerbit Darul Haq]
__________
Foote Note
[1]. Hadits Riwayat Abu Daud, kitab Ath-Thibb (3883), Ahmad dalam Al-Musnad (2604), dishahihkan oleh Al-Albani, dan hadits tersebut terdapat pada Shahih Al-Jami (1632), As-Silsilah Ash-Shahihah (331).
Tamimah : Sesuatu yang dikalungkan di leher anak-anak untuk menangkal atau menolak ain.
Tiwalah : Sesuatu yang dibuat dengan anggapan bahwa hal tersebut dapat membuat istri mencintai suaminya, atau seorang suami mencintai istrinya (dikutip dari terjemahan kitab Tauhid, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, pent)
[2]. Hadits Riwayat Muslim, kitab As-Salam (2200), Abu Daud, kitab Ath-Thibb (3886), ini adalah lafazh dari riwayatnya
[3]. Hadits Riwayat Muslim, kitab As-Salam (2199).

Pengobatan Tekanan Batin Dan Stress

PENGOBATAN TEKANAN BATIN DAN STRESS


Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz



Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Saya seorang wanita muda, usia dua puluh tahunan, muslimah taat agama, bersuami sejak satu setengah tahun yang lalu, dan alhamdulillah, saya diberi anak sejak enam bulan lalu dengan kelahiran berlangsung normal, Alhamdulillah. Sekitar satu minggu setelah melahirkan, saya mengalami stress yang luar biasa. Kondisi seperti ini belum pernah saya alami sebelumnya. Tidak ada lagi kemampuan memberikan perhatian kepada apapun, juga terhadap anak. Saya telah mendatangi psikiater dan saya melakukan pengobatan hingga baru-baru ini. Pengobatan ini tidak mengembalikan saya kepada kondisi semula, sebagaimana sebelum melahirkan. Saya telah merasa hilang/mati karena lamanya masa pengobatan.

Saya memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, agar kalian diberi taufiq dalam mengenal pengobatan syar'i untuk perasaan tertekan dan kesedihan jiwa ini atau pengobatan yang terbaik, agar saya bisa kembali kepada sifat saya, memperhatikan suami, anak dan mengurus rumah. Saya pernah mendengar di masa lalu sebuah hadits yang berbunyi, "Air zam-zam adalah untuk sesuatu (niat) yang diminumnya darinya" [1]. Sesungguhnya saya mengharap kepada Allah penjelasan hadits ini. Apakah sesuai atas kondisi kejiwaan saya ataukah ia hanya untuk kondisi anggota tubuh. Dan apabila air zam-zam memberi faedah dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam menyembuhkan kondisi saya ini, bagaimanakah membawanya ke tempat saya ?

Jawaban
Berpegang teguhlah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, berbaik sangkalah kepadaNya, serahkanlah perkaramu kepadaNya, janganlah anda putus asa dari rahmat, karunia dan kebaikanNya. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak akan menurunkan penyakit melainkan menurunkan juga obatnya. Anda harus mengambil segala sebab (untuk kesembuhan berobat,-pent). Teruslah berkonsultasi kepada para dokter spesialis dalam mengenal berbagai macam penyakit dan pengobatan.

Bacalah atas dirimu surah Al-Ikhlas, surah Al-Falaq, surah An-Nas tiga kali. Meludahlah sedikit dikedua tanganmu setiap sekali, usaplah mukamu dengan keduanya, dan bagian tubuhmu yang kamu bisa. Ulangilah terus hal itu beberapa kali siang malam dan ketika mau tidur. Bacalah pula atas dirimu surah Al-Fatihah di waktu kapan pun, siang dan malam hari. Bacalah ayat Kursi ketika berbaring di tempat kasurmu untuk tidur. Hal itu adalah ruqyah manusia untuk dirinya sendiri dan menjaganya dari kejahatan.

Berdo'alah kepada Allah dengan do'a Al-Kurab, bacalah.

"Artinya : Tiada Ilah yang berhak diibdahi selain Allah yang Mahaagung lagi Maha Penyantun. Tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Allah Penguasa Arsy yang besar. Tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Allah Rabb langit, Rabb bumi dan Rabb Arsy yang mulia".[2]

Ruqyahlah pula diri anda sendiri dengan ruqyah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam maka bacalah, "Ya Allah, Rabb manusia, hilangkanlah penyakit, sembuhkanlah dia, hanya Engkau yang Maha Penyembuh, tidak ada kesembuhan melainkan kesembuhan (dari)Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan sakit" [3]. Hingga dzikir-dzikir, ruqyah dan do'a-do'a lainnya yang disebutkan dalam kitab-kitab hadits, An-Nawawi menyebutkannya dalam kitab Riyadh Ash-Shalihin dan kitab Al-Adzkar.

Adapun yang ada sebutkan tentang air zam-zam karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Air zam-zam adalah untuk sesuatu (niat) yang diminum darinya". Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ia adalah hadits hasan dan bersifat umum. Dan yang lebih shahih darinya adalah sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang air zam-zam, "Sesungguhnya ia penuh berkah, ia adalah makanan yang mengenyangkan dan penawar sakit" [4] Diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Daud. Dan ini lafazh Abu Daud. Apabila anda menginginkan sedikir dari air zam-zam itu, anda bisa berpesan kepada penduduk negerimu yang berhaji agar ia membawa sedikit di saat ia kembali dari hajinya.

Semoga rahmat dan kesejahteraan Allah tercurah atas Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

[Fatawa Al-Ilaj bil Qur'an wa Sunnah Ar-Ruqa wa ma ya'taallaqu biha, karya Syaikh bin Baz, Ibn Utsaimin, Al-Lajnah Ad-Da'imah, hal. 25-27]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Penerbit Darul Haq]
_________
Foote Note
[1]. Hadits Riwayat At-Tirmidzi, kitab Al-Hajj 963 dan ia berkata 'Hasan Gharib'
[2]. Hadits Riwayat Bukhari, kitab Ad-Da'awat 6345, 6346, Muslim, kitab Adz-Dzikr wad Du'at 2730.
[3]. Hadits Riwayat Al-bukhari, kitab Ath-Thibb 5743, Muslim kitab As-Salam 2191
[4]. Hadits Riwayat Muslim, kitab Fadha'il Ash-Shahabah 2473 tanpa lafazh 'penawar sakit', ia ada di Musnad Abu Daud Ath-Thayalisi no 457

Bagaimana Mengatasi Kedengkian Dan Bagaimana Berlindung Darinya Secara Syar'i

BAGAIMANA MENGATASI KEDENGKIAN DAN BAGAIMANA BERLINDUNG DARINYA SECARA SYAR’I


Oleh
Syaikh Dr Shalih bin Fauzan Al-Fauzan




Pertanyaan
Syaikh Dr Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Bagaimana mengatasi kedengkian dan bagaimana cara berlindung darinya secara syar’i?

Jawaban
Dengki adalah penyakit yang berbahaya dan aib yang besar, yaitu menginginkan hilangnya nikmat Allah dari siapa yang diberi nikmat olehNya dari makhlukNya. Ini adalah permusuhan terhadap Allah, dan ini adalah salah satu sifat kaum Yahudi dan kaum kafir. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Rabbmu” [Al-Baqarah : 105]

Dia berfirman.

“Artinya : Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran” [Al-Baqarah : 109]

Dia berfirman tentang Yahudi yang dengki kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya” [An-Nisa : 54]

Mengatasi hasad agar lenyap dari manusia ialah dengan meminta perlindungan kepada Allah darinya dan memintaNya agar menyembuhkannya darinya serta memperbanyak berdzikir kepada Allah, ketika melihat sesuatu yang dikaguminya.

Adapun cara mengatasinya dalam hubungannya dengan orang yang didengki ialah memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan orang yang dengki, membaca Mu’awwidzatain, berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bertawakal kepadaNya.

MENGHILANGKAN HASAD BERIKUT NODANYA DARI DIRINYA DAN KELUARGANYA

Pertanyaan
Syaikh Dr Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Bagaimana seseorang dapat mengenyahkan kedengkian dari dirinya dan keluarganya ?

Jawaban
Dengki adalah menginginkan hilangnya kenikmatan dari orang yang didengki. Ini adalah sifat tercela karena termasuk sifat Iblis, sifat Yahudi dan sifat makhluk terburuk, baik dahulu maupun sekarang. Dan, karena ini merupakan penentangan terhadap ketentuan Allah dan tidak ridha dengan pembagianNya.

Setiap muslim harus berusaha membuang dari dirinya sifat dengki tersebut dengan cara ridha terhadap qadha dan qadarNya serta mencintai kebaikan yang dimiliki saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Tidak beriman salah seorang dari kalian sehingga ia mencintai untuk saudaranya apa-apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri” [Hadits Riwayat Al-Bukhari no. 13 Kitab Al-Iman]

Ia mengenyahkan sifat dengki dari dirinya juga dengan sarana-sarana yang mendatangkan kebaikan baginya, serta menolak keburukan darinya dengan berbaik sangka kepada Allah dan mengharapkan apa yang terdapat di sisiNya.

Ia menolak dari dirinya dan keluarganya buruknya kedengkian orang-orang yang dengki, dengan meminta perlindungan kepada Allah dari keburukan mereka. Allah telah memerintahkan NabiNya dalam surah Al-Falaq supaya meminta perlindungan dari keburukan pedengki ketika dengki. Demikian pula menolak keburukan para pedengki dengan sedekah, kebaktian, dan berbuat kebajikan kepada kaum fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Terutama ketika mendapatkan harta, sedangkan di sisinya terdapat seseorang dari kalangan yang membutuhkan yang memandangnya, maka hendaknya ia bersedekah kepada mereka dan menghentikan pandangan mereka kepada apa yang ada di tangannya. Wallahu ‘alam

[Kitab Ad-Da’wah, Fatwa-fatwa Syaikh Shalih Al-Fauzan, jilid I, hal. 68-69]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-3, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Penerjemah Amir Hamzah, Penerbit Darul Haq]

Pengobatan Dengan Ruqyah Untuk Penyakit Jiwa

PENGOBATAN DENGAN RUQYAH UNTUK PENYAKIT JIWA


Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz



Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah seorang mukmin bisa menderita sakit jiwa ? Apakah obatnya secara syara ? perlu diketahui bahwa pengobatan modern mengobati penyakit-penyakit ini hanya dengan obat-obatan masa kini saja ?

Jawaban
Tidak disangsikan lagi bahwa manusia bisa menderita penyakit-penyakit jiwa berupa ‘hamm’ (sakit hati) terhadap masa depan dan ‘huzn’ (duka cita) terhadap masa lalu. Penyakit-penyakit kejiwaan lebih banyak mempengaruhi tubuh daripada penyakit-penyakit anggota tubuh. Pengobatan penyakit-penyakit ini dengan perkara syar’iyah (ruqyah) lebih manjur daripada pengobatannya dengan obat-obatan yang biasa digunakan.

Di antara obat-obatan adalah hadits shahih dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu.

“Artinya : Tidak ada seorang mukmin yang menderita hamm, atau, ghamm, atau duka cita, lalu ia membaca, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hambaMu, anak hamba laki-lakiMu, anak hamba perempuanMu, ubun-ubunku di tanganMu, berlaku hukum engkau padaku, qadhaMu sangat adil padaku, aku memohon kepadMu dengan segala nama yang Engkau namakan diriMu dengannya, atau Engkau beritahuk kepada seseorang makhlukMu, atau Engkau turunkan dalam kitabMu, atau hanya Engkau yang mengetaguinya dalam ilmu ghaib di sisiMu, jadikanlah Al-Qur’an sebagai penyejuk hatiku, cahaya dadaku, penerang duka citaku, dan hilangnya hamm (sakit hati)ku. Melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala melapangkan darinya” [Hadits Riwayat Ahmad dalam Al-Musnad 3704-, 4306]

Siapa yang menginginkan tambahan lagi, rujuklah (bacalah) kepada kitab yang ditulis para ulama dalam bab dzikir, seperti Al-Wabil Ash-Shayyib karya Ibnul Qayyim, Al-Kalim Ath-Thayyib karya Syaikhul Islam ibnu Taimiyah, Al-Adzkar oleh An-Nawawi, demikian pula Zad Al-Ma’ad karya Ibnul Qayyim.

Tetapi manakala iman lemah, nicaya lemahlah penerimaan jiwa terhadap obat-obatan syar’iyah. Sekarang manusia lebih banyak berpegang kepada obat-obatan nyata daripada berpegang mereka terhadap obat-obatan syar’iyah. Dan manakala iman kuat, niscaya obat-obatan syar’iyah memberikan implikasi secara sempurna, bahkan impilkasinya lebih cepat daripada pengaruh obat-obatan biasa. Sangat jelas bagi kita semua cerita seseorang yang diutus oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu pasukan (sariyah). Lalu mereka singgah di suatu kaum bangsa Arab. Tetapi kaum/suku yang mereka singgahi tidak memberikan jamuan kepada para sahabat. Maka, Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki pemimpin kaum tersebut digigit ular. Sebagian mereka berkata kepada yang lain, “Pergilah kepada mereka yang telah singgah/mampir, mungkin saja kalian mendapatkan ahli ruqyah di sisi mereka””. Para sahabat berkata, “Kami tidak akan meruqyah pemimpin kalian, kecuali kalau kalian memberikan kepada kami kambing sebanyak begini dan begini”. Mereka menjawab, “Tidak mengapa”. Lalu salah seorang sahabat pergi membacakan surah Al-Fatihah. Orang yang digigit ular tadi langsung berdiri, seolah-olah berlepas dari ikatan. Seperti inilah, bacaan Al-Fatihah memberikan pengaruh atas laki-laki ini, karena ia muncul dari hati yang penuh iman. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda setelah mereka kembali kepada beliau” Tahukan engkau bahwa ia adalah ruqyah” [Hadits Riwayat Al-Bukhari, Kitab Ath-Thibb 5749, Muslim, kitab As-Salam 2201]

Namun di zaman kita sekarang ini, iman dan agama telah lemah. Manusia berpegang atas perkara-perkara yang terasa dan nampak. Sebenarnya mereka diuji padanya. Akan tetapi di hadapan mereka terdapat para ahli sulap dan mempermainkan akal, kemampuan, dan harta manusia. Mereka meyakini sebagai qurra (pembaca Al-Qur’an) yang bersih, namun mereka sebenarnya adalah pemakan harta dengan cara batil. Manusia berada diantara dua sisi yang kontardiktif, di antara mereka ada yang bersikap ekstrim dan tidak melihat adanya implikasi secara absolute terhadap bacaan. Ada pula yang bersikap ekstrim dan bermain dengan akal manusia dengan bacaan bohong serta menipu. Ada pula yang berada di tengah.

[Fatawa Al-Ilaj bil Qur’an wa Sunnah – Ar-Ruqa wa ma ya’taallaqu biha, karya Syaikh bin Baz, Ibn Utsaimin, Al-Lajnah Ad-Da’imah, hal. 25-27]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Penerbit Darul Haq]

Kategori Pengobatan Penyakit Bekam Tidak Membatalkan Puasa

BEKAM TIDAK MEMBATALKAN PUASA


Oleh
DR Muhammad Musa Alu Nashr


1. Dari seseorang, dia bercerita, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

"Tidak batal puasa orang yang muntah atau orang yang bermimpi (basah) dan tidak juga orang yang berbekam". [1]

2. Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, dia bercerita, awal dimakruhkannya bekam bagi orang yang berpuasa adalah ketika Ja'far bin Abi Thalib berbekam sedang dia dalam keadaan berpuasa, lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika berpapasan dengannya, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Kedua orang ini telah batal puasanya". Setelah itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan keringan berbekam bagi orang yang berpuasa. Sementara Anas sendiri pun pernah berbekam ketika dia dalam keadaan berpuasa. [2]

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan :
Ucapannya : "Bab Ayyatu Saa'atin Yahtajim (bab kapan waktu untuk berhijamah)". Dalam riwayat Al-Kasymihani. Yang dimaksud dengan sa'ah dalam terjemahan adalah waktu yang tidak terikat (umum), bukan waktu yang khusus dan diketahui setiap waktu.

Ucapannya : "Abu Musa pernah berbekam pada malam hari" telah dikemukakan di dalam kitab Ash-Shiyaam (puasa). Di dalamnya disebutkan bahwa penolakannya untuk berbekam pada siang hari karena puasa, sehingga puasanya tidak rusak. Hal itu pula yang menjadi pendapat Imam Malik. Di mana dia memakruhkan bekam bagi orang yang berpuasa sehingga puasanya tidak rusak. Alasannya juga bukan karena bekam akan membuat batalnya puasa seseorang

Pada pembahasan sebelumnya dalam hadits :

"Telah batal puasa orang yang membekam dan yang dibekam".

Mengenai waktu-waktu bekam yang tepat telah dimuat di dalam beberapa hadits yang bukan termasuk suatu syarat sama sekali. Seakan-akan dia mengisyaratkan bahwa bekam itu bisa dilakukan kapan saja dibutuhkan dan tidak terikat waktu, karena dia menyebutkan pernah berbekam pada malam hari. Dia menyebutkan hadits Ibnu Abbas bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berbekam sedang beliau dalam keadaan puasa. Itu menunjukkan bahwa proses pembekaman terjadi pada siang hari.

Menurut pada dokter, bekam yang paling baik dilakukan adalah pada jam dua atau jam tiga siang. Tidak boleh dilakukan setelah berhubungan badan (jima) atau aktivitas berat lainnya, dan tidak boleh setelah kenyang atau ketika tidak lapar. Sebelumnya telah disampaikan hadits penentuan waktui-waktu bekam, yaitu di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah secara marfu.

Di dalamnya disebutkan : "Maka berbekamlah atas kehendak Allah pada hari Kamis, dan berbekamlah pada hari Senin dan Selasa. Hindarilah berbekam pada hari Rabu, Jum’at, Sabtu dan Ahad". Dia meriwayatkan melalui dua jalan yang lemah. Ia memiliki jalan ketiga yang juga dinilai dha’if menurut Ad-Darauthni di dalam kitab Al-Afraad. Diriwayatkan dengan sanad jayyid dari Ibnu Umar secara mauquf. Al-Khallal menukil dari Imam Ahmad bahwasanya dimakruhkan berbekam pada hari-hari tersebut, meskipun hadits tersebut tidak tsabit. Diceritakan bahwasanya ada seorang laki-laki berbekam pada hari Rabu, maka dia pun terkena penyakit kusta. [3]

[Disalin dari buku Manhajus Salaamah Fiimaa Waradaa Fil Hijaamah, Edisi Indonesia Bekam Cara Pengobatan Menurut Sunnah Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam, Penulis DR Muhammad Musa Alu Nashr, Penerjemah M Abdul Ghoffar E.M, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i]
_________
Footnotes
[1]. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2376), Ibnu Khuzaimah (no. 1973 dan 1975). Dan sanadnya dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani. Lihat kitab Shahiihul Jaami (no. 7619). Dan Takhriij Al-Misykaat (2015)
[2]. Diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni (II/182), Al-Baihaqi (no. 8086), Ad-Daraquthni mengatakan : "Para rawinya secara keseluruhan tsiqah dan saya tidak mengetahui adanya cacat baginya". Di dalam kitab Fathul Baari, Ibnu Hajar mengatakan : "Perawinya secara keseluruhan merupakan perawi-perawi Imam Al-Bukhari".
[3]. Fathul Baari (X/149)

Kaidah-Kaidah Tibbun Nabawi

KAIDAH-KAIDAH TIBBUN NABAWI


Oleh
Syaikh Muhammad bin Musa Alu Nashr



Allah menciptakan makhlukNya agar beribadah serta tunduk kepadaNya, Allah menciptakannya terdiri dari ruh dan jasad. Allah menurunkan untuk mereka hukum-hukum sayar’i, dan beban-beban ibadah yang bisa memelihara badan dan ruh mereka. Allah juga telah mengeluarkan untuk mereka makanan-makanan yang baik, agar kesehatan badan mereka tetap terjaga, Allah berfirman.

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada Allah kamu menyembah” [Al-Baqarah : 172]

Maka makanan yang baik itu adalah makanan yang bermanfaat. Sedangkan sesuatu yang kotor dan najis adalah racun yang membunuh. Oleh karena itu, Allah menhalalkan untuk manusia makanan yang baik dan mengharamkan khaba’its (segala yang buruk). Allah berfirman.

“Artinya : Dan Allah menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” [Al-A’raf : 157]

Dan ini termasuk diantara tujuan yang terbesar diutusnya Rasulullah.

Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling menginginkan kebaikan dan Rasul yang paling sayang kepada makhluk Allah –khsusnya kepada uamatnya- sebagaimana Allah jelaskan tentang beliau, (dalam firmanNya).

“Artinya : Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin” [At-Taubah : 128]

Beliau tidak meninggalkan satu kebaikanpun, kecuali telah beliau tunjukkan kepada umatnya. Dan tidak membiarkan satu kejelekanpun, kecuali telah beliau peringatkan dan beliau larang.

Termasuk dalam masalah ini, yaitu anjuran beliau kepada umat ini dengan sesuatu yang bisa menjaga kesehatan mereka dan mencegah hal-hal yang bisa menimbulkan penyakit pada badan dan ruh. (Juga) larangan beliau dari setiap yang membahayakan dan menghindari mudarat sebelum terjadi. Inilah yang dinamakan dengan tibbun nabawi al-wiqa’i (tindakan Nabi yang bersifat preventif), yang banyak terdapat dalam Sunnah dan bahkan dianjurkan oleh Al-Qur’an. Dan engkau dapat menyimpulkan, bahwa kaidah-kaidah menjaga kesehatan yang dijelaskan oleh Al-Qur’an dan Al-Hadits dapat dibagi menjadi tiga.

Pertama : Menjaga Kesehatan
Allah mengisyaratkan dalam firmanNya :”Maka jika diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain” [Al-Baqarah : 184]

Imam Ibnu Qayyim mengatakan : “Dalam ayat ini, Allah membolehkan berbuka bagi orang yang sakit, karena alasan sakitnya. Dan bagi orang yang bersafar karena berkumpulnya kesusahan-kesusahan yang akan menyebabkan lemahnya badan, sehingga Allah membolehkan orang yang bersafar untuk berbuka, untuk memelihara kekuatan mereka dari hal-hal yang bisa melemahkannya”.

Kedua :Menjaga Diri Dari Hal-Hal Yang Membahayakan
Kaidah ini telah diisyaratkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya : “Dan jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan (safar) atau kembali dari tempat buang air atau kamu lelah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci)” [An-Nisa : 43]

Dalam ayat ini Allah membolehkan orang yang sakit untuk menggunakan debu yang suci dan tidak menggunakan air, demi menjaga badan dari hal-hal yang bisa membahayakannya. Disini juga terdapat peringatan agar menjaga diri dari setiap hal yang membahayakan, baik dari dalam maupun dari luar.

Ketiga : Membuang Zat-Zat Yang Rusak
Sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah dalam firmanNya : “Jika ada diantara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajib atasnya berfidyah, yaitu berpuasa, atau bersedekah atau berkorban” [Al-Baqarah : 196]

Dalam ayat ini Allah membolehkan bagi orang yang sakit atau yang ada gangguan di kepalanya, seperti : kutu, atau rasa gatal, atau yang lainnya; maka boleh baginya memotong rambut walaupun dalam keadaan ihram, untuk menyingkirkan zat-zat yang menyebabkan penyakit di kepalanya

Bertolak dari sini juga, banyak hadits-hadits shahih yang penuh berisi wasiat agar berbekam. Bahkan ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mi’raj, beliau diperintahkan oleh para malaikat untuk berhijamah (berbekam) sebagaimana sabda beliau.

:”Artinya : Tidaklah aku melewati satu malaikat dari malaikat-malaikat kecuali mereka mengatakan: , “Wahai Muhammad perintahkanlah umatmu untuk berbekam” [Hadits Riwayat Ibnu Majah]

Bahkan juga bersabda.

“Artinya : Apabila obat itu ada pada sesuatu, maka pada tiga hal : goresan orang yang berbekam, jilatan madu, dank ay (besi yang dipanaskan), dan aku dilarang dari kai”

Jadi, menahan zat-zat yang rusak di dalam badan menjadi sebab utama timbulnya penyakit-penyakit ganas. Para dokter dan ulama menyebutkan –seperti Ibnul Qayyim dan yang lainnya- bahwa ada sepuluh hal, yang jika ditahan bisa menimbulkan penyakit ganas. Yaitu : darah apabila tekanannya naik, mani jika telah memuncak (tidak tersalurkan) [1], air kencing, berak, kentut, muntah, bersin, mengantuk, lapar dan haus. Masing-masing dari sepuluh macam ini, apabila ditahan akan mengakibatkan penyakit sesuai dengan kadarnya.

Penyakit yang dijelaskan oleh Al-Qur’an ada dua macam.
Pertama : Penyakit hati
Kedua : Penyakit badan

Penyakit hati dibagi menjadi dua : Yaitu penyakit syubhat dan ragu-ragu, serta penyakit syahwat dan dosa.

Penyakit syubhat dan ragu-ragu, telah dijelaskan oleh Allah dalam firmanNya.

“Artinya : Di dalam hati mereka terdapat penyakit, maka Allah menambah penyakit tersebut” [Al-Baqarah : 10]

Dan juga firmanNya.

“Artinya : Dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan) : ‘Apakah yang dikehendaki Allah dengan (menjadikan) bilangan ini sebagai perumpamaan?’ [Al-Muddtastsir : 31]

Dan juga firmanNya.

“Artinya : Apakah (ketidak datangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit ; atau (karena) mereka ragu-ragu?” [An-Nur : 50]

Dan bentuk penaykit ini lebih ganas dan lebih berbahaya, yaitu penyakit syahwat dan dosa, Allah telah mengisyaratkan penyakit yang kedua ini dalam firmanNya.

“Artinya : Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya” [Al-Ahzab : 32]

Maksud penyakit disini adalah penyakit syahwat zina.

Sedangkan mengenai penyakit badan, Allah menyebutkan dalam kitabNya dengan firmanNya.

“Artinya : Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak pula bagi orang yang pincang, tidak pula bagi orang yang sakit” [An-Nur : 61]

Penyakit badan ini ada dua.
Pertama : Yang bersifat fitrah, seperti rasa lapar haus dan lelah.
Kedua : Yang membutuhkan pikiran, penelitian, pengalaman dan percobaan.

Demikian itulah pengobatan untuk umat manusia seluruhnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah datang dengan membawa pengobatan terhadap (penyakit) ruh ataupun badan. Beliau memerintahkan umatnya dengan hal-hal yang bisa menjaga kesehatan badannya dan kekuatannya. Karena keselamatan agamanya terdapat pada kesehatan badannya. Inilah makna sabda Rasulullah.

“Artinya : Mukmin yang kuat lebih baik dan labih dicintai Allah dibandingkan dengan mukmin yang lemah, dan pada masing-masing keduanya terdapat kebaikan” [Hadits Riwayat Muslim]

Dan juga sabdanya.

“Artinya : Berobatlah, wahai hamba Allah. Karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu penyakit, kecuali Allah turunkan (juga) obatnya, kecuali penyakit tua.

Jadi, sehat merupakan nikmat yang besar dari Allah yang wajib dijaga. Karena, kesehatan itu akan membantu seseorang melaksanakan ketaatan kepada Allah. Disebutkan di dalam hadits yang shahih.

“Artinya : Ada dua nikmat, banyak orang tertipu pada keduanya, yaitu (nikmat) sehat dan luang waktu” [Hadits Riwayat Bukhari]

Kesehatan adalah nikmat pertama yang akan dimintai pertanggung jawaban tentangnya. Dikatakan kepada seorang hamba.

“Artinya : Bukankah Aku sehatkan badanmu, dan Aku beri kamu minum dengan air yang dingin”.

Maka barangsiapa yang mendapatkan kesehatan, ssungguhnya ia telah mendapatkan kebaikan yang besar dan bagian yang banyak. Rasulullah bersabda.

“Artinya : Barangsiapa yang mendapatkan rasa aman pada dirinya pada waktu pagi hari, sehat badanya, (berarti) ia memiliki makanan pada hari itu, seolah-olah dunia dikumpulkan untuknya”.

Oleh karena itu, kesehatan merupakan kerajaan yang tersembunyi, mahkota bagi orang-orang yang sehat, yang tidak dapat dilihat, kecuali oleh orang yang sakit.

Semoga dengan kemurahan dan kedermawananNya Allah melindungi kita dan semua kaum muslimin dari segala penyakity. Alhamdulillah atas segala nikmatNya, baik yang nampak maupun yang tidak nampak.

[Diterjemahkan dari majalah Al-Ashalah, Edisi 31, Tahun VI

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun VII/1424H/20004M, Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta. Jl Solo – Purwodadi Km 8 Selokaton, Gondangrejo – Solo]
__________
Foote Note
[1]. Maksudnya yang sudah berkemampuan hendaklah segera meniikah (-pent)

Kondisi Yang Memperbolehkan Transfusi Darah, Hukum Donor Darah

KONDISI YANG MEMPERBOLEHKAN TRANSFUSI DARAH


Oleh
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh



Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh ditanya : Apakah boleh mendonorkan darah non muslim ke dalam tubuh seorang muslim pada saat dibutuhkan, seperti dalam kondisi kritis atau mengalami operasi atau tidak boleh?

Jawaban
Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu berbicara tentang tiga hal. Pertama : Siapakah orang yang dberi tambahan darah? Kedua: Siapakah si pendonor darah? Ketiga : Siapakah orang yang menjadi rujukan dalam masalah perlu transfusi darah ini?

Yang Pertama : Orang yang perlu diberi tambahan darah ialah orang sakit atau terluka, yang keberlangsungan hidupnya sangat tergantung pada donor darah. Dasarnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak meginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya” [Al-Baqarah : 173]

Dalam ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [Al-Maidah : 3]

Allah berfirman.

“Artinya : Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkanNya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya” [Al-An’am : 199]

Sisi pendalilan ayat-ayat ini adalah, ayat-ayat ini memberikan pengertian, jika kesembuhan orang yang sakit atau terluka serta keberlangsungan hidupnya tergantung pada transfusi darah dari orang lain kepadanya, sementara tidak ada obat yang mubah yang dapat menggantikan darah dalam usaha penyembuhan dan penyelamatannya, maka boleh mentransfusi darah kepadanya. Ini sebenarnya, bukan pengobatan namun hanya memberi tambahan yang diperlukan.

Yang Kedua : Si pendonor darah adalah orang yang tidak terancam resiko jika ia mendonorkan darah. Berdasarkan keumuman sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Tidak membahayakan diri dan orang lain” [Riwayat Imam Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani]

Yang Ketiga : Orang yang didengar ucapannya dalam masalah perlunya transfusi darah adalah dokter muslim. Jika kesulitan mendapatkannya, saya tidak mengetahui adanya larangan untuk mendengar ucapan dari dokter non muslim, baik Yahudi ataupun Nasrani, jika ia ahli dan dipercaya orang banyak.

Dalilnya yaitu kisah yang terdapat dalam hadits shahih, bahwa pada saat melakukan hijrah, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyewa seorang musyrik yang lihai sebagai pemandu jalan.

Ibnul Qayyim rahimahullahu mengatakan dalam kitabnya (Bada’i Al-Fawaid) : “Dalam (kisah) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyewa Abdullah bin Uraiqith Ad-Daili sebagai pemandu saat berhijrah padahal dia seorang kafir, terdapat dalil bolehnya meruju’ kepada orang kafir dalam bidang kedokteran, celak, obat, tulis menulis, hitungan, cacat atau yang lainnya, selama tidak masuk wilayah yang mengandung keadilan.

Keberadaannya sebagai seorang kafir tidak serta merta menyebabkannya tidak bisa dipercaya sama sekali dalam segala hal. Dan tidak ada yang lebih beresiko ketimbang menjadikannya sebagai pemandu jalan, terutama seperti perjalanan melakukan hijrah”.

Ibnul Muflih, dalam kitab Al-Adab Asy-Syar’iyah, menukil perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.

“Jika ada seorang Yahudi atau Nasrani yang ahli dalam masalah kedokteran serta dipercaya banyak orang, maka boleh bagi seorang muslim untuk berobat kepadanya, sebagaimana juga boleh menitipkan harta kepadanya dan bermu’amalah dengannya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Di antara Ahli Kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu ; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu, kecuali jika kamu selalu menagihnya” [Ali-Imran : 75]

Dalam hadits shahih (yang diriwayatkan Imam Bukhari, red) bahwa saat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hijrah, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyewa seorang musyrik pemandu yang lihai. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempercayakan jiwa serta harta kepadanya.
Kabilah Khuza’ah menjadi tempat rahasia Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik yang muslim di antara mereka ataupun kafir. Dan diriwayatkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar menjadikan Al-Harits bin Kaladah sebagi dokter padahal dia kafir. Jika memungkinkan dia berobat kepada seorang muslim, sebagaimana juga memungkinkan dia menitipkan barang atau bermu’amalah, maka semestinya dia tidak beralih kepada non muslim.

Sedangkan, jika dia perlu untuk menitipkan barang kepada seorang ahli kitab atau berobat kepadanya, maka hal itu boleh dilakukan. Ini tidak dikategorikan wala’ kepada Yahudi dan Nasrani yang terlarang”. Selesai perkataan Ibnu Taimiyah rahimahullahu.

Demikian ini pendapat madzhab Malikiyah, Al-Mawardzi mengatakan : “Aku memasukkan seorang Nasrani ke rumah Abu Abdillah, orang itu lalu menerangkan (obat), sementara Abu Abdillah menuliskan keterangannya. Kemudian dia menyuruhku untuk membeli obat itu untuknya.

[Al-Fatawa Al-Muta’alliqah Bith Thibbi Wa Ahkamil Mardha, halaman 346-348]

HUKUM DONOR DARAH

Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah Wal Ifta

Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Ada seorang yang kekurangan darah, dan pihak rumah sakit mencarikannya darah. Sementara kita mengetahui darah itu najis. Adakah rukhshah (keringanan hukum) bagi orang yang hendak mendonorkan darahnya kepada orang sakit yang sangat membutuhkan darah ini?

Jawaban
Hukum asal dalam pengobatan, hendaknya dengan menggunakan sesuatu yang diperbolehkan menurut syari’at. Namun, jika tidak ada cara lain untuk menambahkan daya tahan dan mengobati orang sakit kecuali dengan darah orang lain, dan ini menjadi satu-satunya usaha menyelamatkan orang sakit atau lemah, sementara para ahli memiliki dugaan kuat bahwa ini akan memberikan manfaat bagi pasien, maka dalam kondisi seperti ini diperbolehkan untuk mengobati dengan darah orang lain. Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak meginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya” [Al-Baqarah : 173]

Allah berfirman.

“Artinya : Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkanNya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya” [Al-An’am : 119]

[Al-Fatawa Al-Muta’aliqqah Bit-Thibbi Wa Ahkamil Mardha, halaman 348-349]

TRANSFUSI DARAH DAN HUKUM MENIKAH

Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Apa hukum syari’at tentang transfusi darah dari seorang wanita ke lelaki yang sakit, karena kita tahu ada sekelompok orang di salah satu negara Islam menolak keras transfusi darah dari wanita ke lelaki?

Jawaban
Melakukan transfusi darah dari seorang lelaki ke wanita atau sebaliknya, hukumnya boleh. Dan transfusi darah tidak mengakibatkan haramnya nikah atau yang lainnya.

[Al-Fatawa Al-Muta’aliqqah Bit-Thibbi Wa Ahkamil Mardha, halaman 348-349]

[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 04/ Tahun X/1427H/2006M. Penerbit Yayasaan Lajnah Istiqomah Surakarta, Alamat Jl. Solo Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183]

Kategori Pengobatan Penyakit Beberapa Sifat Dan Adab Orang Yang Meruqyah, Tidak Boleh Membuka Tempat Praktek Pembacaan Ruqyah

BEBERAPA SIFAT DAN ADAB ORANG YANG MERUQYAH DENGAN RUQYAH YANG SYAR’I


Oleh
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin





Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Sifat-sifat dan adab-adab bagaimana yang seharusnya dilakukan oleh orang yang meruqyah?

Jawaban
Bacaan ruqyah tidak akan berguna terhadap orang yang sakit kecuali dengan beberapa syarat.

Syarat Pertama
Pantasnya orang yang meruqyah adalah seorang yang baik, shalih, kosisten (istiqomah), memelihara shalat, ibadah, dzikir-dzikir, bacaan, amal-amal shalih, banyak melakukan kebaikan, jauh dari perbuatan maksiat, bid’ah, kemungkaran-kemungkaran, dosa-dosa besar dan kecil, berusaha selalu makan yang halal, khawatir dari harta yang haram, atau syubhat, karena sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Perbaikilah makananmu, niscaya kamu menjadi orang yang do’anya terkabul” [HR Ath-Thabrani di dalam Al-Ausath sebagaimana di dalam Majma Al-Bahrain 5026]

“Artinya : Beliau menyebutkan seseorang yang melakukan perjalanan jauh, (rambut) kusut, berdebu, mengulurkan tangannya ke langit seraya (berkata) wahai Rabbku, wahai Rabbku, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, diberi makanan dengan yang haram, maka bagaimana bisa dikabulkan karena hal itu” [HR Muslim kitab Az-Zakah 1015]

Makanan yang halal termasuk di antara penyebab dikabulkan do’a. Diantaranya lagi adalah tidak menentukan upah atas orang yang sakit, menjauhkan diri dari mengambil upah yang lebih dari kebutuhannya. Maka semua itu lebih mendukung kemanjuran ruqyahnya.

Syarat Kedua
Mengenal ruqyah-ruqyah yang dibolehkan berupa ayat-ayat Al-Qur’an seperti Al-Fatihah, Al-Mu’awwidzatain, surah Al-Ikhlas, akhir surah Al-Baqarah, permulaan surah Ali-Imran dan akhirnya, ayat Kursyi, akhir surah At-Taubah, permulaan surah Yunus, permulaan surah An-Nahl, akhir surah Al-Isra, permulaan surah Thaha, akhir surah Al-Mu’minun, permulaan surah As-Shaffat, permulaan surah Ghafir, akhir surah Al-Jatsiyah, akhir surah Al-Hasyr. Dan diantara do’a-do’a Al-Qur’an yang disebutkan terdapat dalam Al-Kalim Ath-Thayyib dan seumpamanya, disertai meludah sedikit setelah membaca, dan mengulangi ayat tersebut sebagian tiga kali umpamanya, atau lebih banyak lagi.

Syarat Ketiga
Orang yang sakit adalah orang yang beriman, shalih, baik, taqwa, konsisten (istiqomah) atas agama, jauh dari yang diharamkan, maksiat, sifat aniaya, karena firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Dan kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim selain kerugian” [Al-Isra : 82]

Dan firman-Nya

“Artinya : Katakanlah, Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al-Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka” [Fushshilat : 44]

Biasanya tidak begitu berpengaruh terhadap ahli maksiat, meninggalkan kewajiban, takabbur, sombong, melakukan isbal (menjulurkan pakaian hingga menutup mata kaki, -pent) mencukur jenggot, ketinggalan shalat dan menundanya, melalaikan ibadah dan seumpama yang demikian itu.

Syarat Keempat.
Orang yang sakit meyakini bahwa Al-Qur’an adalah penawar, rahmat, dan obat yang berguna. Apabila ia ragu-ragu, maka hal itu tidak ada gunanya. Misalnya ia berkata, “Cobalah ruqyah. Jika bermanfaat, alhamdulillah dan jika tidak bermanfaat juga tidak apa-apa”. Tetapi ia harus yakin dengan mantap bahwa ayat-ayat tersebut benar-benar bermanfaat dan sesungguhnya ayat-ayat itulah yang merupakan penawar yang sebenarnya, sebagaimana yang dikabarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka, apabila syarat-syarat ini telah terpenuhi, niscaya bermanfaat dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala

TIDAK BOLEH MEMBUKA TEMPAT PRAKTEK PEMBACAAN RUQYAH


Oleh
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan


Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Apa pendapat Syaikh tentang orang yang membuka praktek pengobatan dengan bacaan ruqyah?

Jawaban
Ini tidak boleh dilakukan karena ia membuka pintu fitnah, membuka pintu usaha bagi yang berusaha melakukan tipu muslihat. Ini bukanlah perbuatan As-Salafush Shalih bahwa mereka membuka rumah atau membuka tempat-tempat untuk tempat praktek. Melebarkan sayap dalam hal ini akan menimbulkan kejahatan, kerusakan masuk di dalamnya dan ikut serta di dalamnya orang yang tidak baik. Karena manusia berlari di belakang sifat tamak, ingin menarik manusia kepada mereka, kendati dengan melakukan berbagai hal yang diharamkan. Dan tidak boleh dikatakan. “Ini adalah orang shalih”, karena manusia mendapat fitnah, semoga Allah memberi perlindungan. Walaupun dia seorang yang shalih maka membuka pintu itu tetap tidak boleh.

[Al-Muntaqa min Fatawa Alu Fauzan, Jilid II hal. 148]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Penerjemah Amir Hamzah dkk, Penerbit Darul Haq]

Hukum Memakai Gelang-Gelang Kuningan Untuk Mengatasi Reumati

HUKUM MEMAKAI GELANG-GELANG KUNINGAN UNTUK MENGATASI REUMATIK


Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz




Dari Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz kepada saudara….semoga Allah memberi kesejahteraan dan kasih sayang kepadanya.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Suratmu telah sampai kepadaku –semoga Allah memberikan ridha-Nya kepadamu- dan aku telah melihat lembaran-lembaran yang berisikan penjelasan mengenai spesifikasi gelang-gelang kuningan yang muncul akhir-akhir ini untuk mengatasi reumatik. Aku beritahukan kepadamu bahwa aku telah banyak mempelajari masalah ini. Aku juga kemukakan hal itu kepada sejumlah guru besar dan dosen universitas, dan kami bertukar pikiran mengenai hukumnya. Ternyata ada perbedaan pendapat. Sebagian dari mereka berpendapat tentang kebebolehannya, karena mengandung berbagai keistimewaan untuk menolak penyakit reumatik. Sebagian lainnya berpendapat tidak boleh, karena menggantungkannya menyerupai apa yang dilakukan oleh masyarakat jahiliah. Yaitu kebiasaan mereka menggantung wada’, tamimah, gelang, dan gantungan-gantungan lainnya yang biasa mereka lakukan, serta meyakini bahwa itu dapat menyembuhkan penyakit dan bahwa itu salah satu faktor keselamatan orang yang memakainya dari ain. Di antaranya apa yang diriwayatkan dari Uqbah bin Amir Radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Barangsiapa menggantung tamimah, semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya dan barangsiapa menggantung wada’ah, semoga Allah tidak menentramkannya” [HR Ahmad dalam Al-Musnad no. 16951]

Dalam suatu riwayat.

“Artinya : Barangsiapa menggantung tamimah, maka ia telah syirik” [HR Ahmad dalam Musnad no. 16969]

Dari Imran bin Hushain Radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seseorang ditangannya tedapat gelang terbuat dari kuningan, lalu beliau bertanya. “Apakah ini?” Ia menjawab, “Gelang pencegah kelemahan”. Beliau bersabda.

“Artinya : Lepaskan gelang itu, karena ia tidak menambah kepadamu kecuali kelemahan. Sebab, sekiranya kamu mati sementara gelang itu masih ada padamu, maka kamu tidak bahagia selamanya” [1]

Dalam hadits lainnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu perjalanannya, beliau mengutus seorang utusan untuk memeriksa unta tunggangan dan memutus semua yang digantungkan padanya berupa kalung autar [2], yang dikira oleh masyarakat jahiliyah bahwa itu bermanfaat bagi unta mereka dan menjaganya. Hadits-hadits ini dan sejenisnya, bisa diambil kesimpulan darinya bahwa tidak boleh menggantungkan sesuatu dari tamimah, wada’, gelang, autar dan sejenisnya berupa jimat-jimat seperti tulang, merjan, dan sejenisnya untuk menolak atau menghilangkan bala.

Menurut pendapatku tentang masalah ini ialah meninggalkan gelang-gelang tersebut dan tidak memakainya untuk menutup pintu kesyirikan, menutup unsur fitnah dan kecenderungan kepadanya serta ketergantungan jiwa kepadanya. Dan berkeinginan untuk mengarahkan hati setiap muslim kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan yakin kepada-Nya, bersandar kepada-Nya, dan merasa cukup dengan sebab-sebab syar’i yang diketahui kebolehannya dengan pasti. Apa yang dibolehkan dan dimudahkan oleh Allah untuk hamba-hambaNya tidak perlu terhadap apa yang diharamkan atas mereka dan yang tidak jelas perkaranya.

Diriwayatkan secara sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda.

“Artinya : Barangsiapa menjaga diri dari syubhat, maka ia telah melindungi agamanya dan kehormatannya dan barangsiapa terjerumus dalam syubhat, maka ia jatuh dalam keharaman. Seperi penggembala yang menggembala di sekitar tempat terlarang, maka nyaris ia akan masuk ke dalamnya” [3]

Dan beliau bersabda.

“Artinya : Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu” [4]

Tidak diragukan lagi bahwa menggantungkan gelang-gelang tersebut menyerupai perbuatan kaum jahiliyah tempo dulu. Jadi, ini dua kemungkinan ; termasuk perkara yang diharamkan lagi syirik atau salah satu sarananya. Minimal, ini termasuk perkara yang syubhat. Dan yang utama bagi setiap muslim dan yang paling berhati-hati ialah menjauhkan dirinya dari perbuatan tersebut, dan merasa cukup dengan pengobatan yang jelas kebolehannya, yang jauh dari syubhat. Inilah yang tampak jelas bagiku serta segolongan ulama dan pengajar.

Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar memberi taufik kepada kami dan kalian semua dalam keridhaan-Nya, memberikan kepada kita semua pemahaman dalam agama-Nya dan selamat dari segala yang menyelisihi syariat-Nya. Sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Semoga Allah senantiasa menjagamu. Wassalam

[Majmu Fatawa wa maqalat Mutanawwi’ah, Ibnu Baz, hal.211-212]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Penerjemah Amir Hamzah dkk, Penerbit Darul Haq]
__________
Foote Note
[1]. HR Ibnu Majah, no. 3531, kitab Ath-Thibz, dan Ahmad dalam Al-Musnad no. 19495 dihasankan oleh Al-Bushairi dalam Az-Zawa’id
[2]. HR Al-Bukhari, no. 3005, kitab Al-Jihad
[3]. HR Al-Bukhari no. 52, kitab Al-Iman, dan Muslim no. 1599, kitab Al-Musaqah
[4]. HR At-Tirmidzi no,2518, kitab Shifah Al-Qiyamah, dan An-Nasa’i no. 5711 kitab Al-Asyribah, dan Tirmidzi menilainya sebagai hadits hasan shahih

Jimat-Jimat Yang Terlarang

JIMAT-JIMAT YANG TERLARANG


Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz




Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa yang dimaksud dengan Tamimah (jimat) yang mengandung unsur syirik? Dan apakah orang yang menggantungkan jimat tersebut berarti dia orang musyrik yang jenazahnya tidak boleh dishalati?

Jawaban
Tamimah (jimat) yang dilarang adalah jimat-jimat yang digantungkan di leher anak kecil dan orang yang sedang sakit atau selain mereka yang berupa mutiara atau merjan atau tali (rantai) atau paku atau tulang dan lain-lain. Perbuatan ini biasaa dilakukan di zaman jahiliyah. Menurut pendapat yang shahih dari para ulama, menggantungkan ayat-ayat Al-Qur’an atau do’a-do’a yang syar’i adalah termasuk jimat yang dilarang, berdasarkan keumuman hadits-hadits yang menunjukkan bahwa hal itu haram dan terlarang. Diantara hadits-hadits tersebut adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Sesungguhnya jampi-jampi, jimat-jimat dan pengasihan adalah syirik’

Dan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Barangsiapa yang menggantungkan jimat maka Allah tidak akan menolongnya dan barangsiapa yang menggantungkan pengasihan maka Allah akan menggagalkannya” [HR Ahmad]

Dalam riwayat lain beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Barangsiapa yang menggantungkan jimat maka dia telah berbuat syirik” [HR Ahmad]

Dan beliau juga pernah melihat seorang laki-laki yang memakai gelang dari kuningan di tangannya lalu beliau bertanya kepada orang itu.

“Apa ini?” Orang itu menjawab : “Sesuatu yang bisa menundukkan (melemahkan) orang lain”. Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Lepaskan gelang-gelang itu! Sesungguhnya itu hanya akan menambah kelemahanmu. Jika engkau mati dan engkau masih memakai gelang itu maka engkau tidak akan bahagia selama-lamanya”.

Dan hadits-hadits lain yang semakna dengan hadits di atas, semuanya menunjukkan tentang haramnya menggantungkan jimat-jimat yang terbuat dari apapun. Semua itu termasuk perkara yang haram dan syirik. Tapi bukan termasuk syirik besar apabila dia tidak meyakini bahwa jimat-jimat tersebut bisa menolak bahaya tanpa kehendak Allah. Apabila dia meyakini bahwa jimat-jimat tersebut bisa menolak bahaya tanpa kehendak Allah, maka dia telah jatuh ke dalam syirik besar (keluar dari Islam).

Adapun orang yang menggantungkan jimat-jimat dan dia hanya meyakini bahwa jimat-jimat tersebut hanya sebagai sebab untuk menolak penyakit atau mengusir jin dan lain-lain maka keyakinan seperti ini adalah haram dan syirik, tapi tidak termasuk syirik besar.

Yang dimaksud dengan ruqyah (jampi-jampi) yang dilarang adalah ruqyah yang memakai bahasa yang tidak diketahui maksudnya atau kalimat yang mengandung perkataan haram. Adapun jika ruqyah tersebut memakai kalimat-kalimat yang bisa dipahami dan tidak bertentangan dengan syari’at Islam, seperti dengan memakai ayat-ayat Al-Qur’an dan do’a-do’a dari Nabi atau do’a-do’a yang tidak diharamkan syari’at, maka ini dibolehkan. Dengan syarat orang yang meruqyah dan orang yang diruqyah tidak menggantungkan dirinya dengan ruqyah tersebut, tetapi hendaknya menyandarkan dan memasrahkan hasilnya hanya kepada Allah. Sebab ruqyah-ruqyah tersebut hanya sebagai perantara. Adapun hasil dan kesembuhannya hanyalah ada di tangan Allah. Sebab tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari Allah.

Sedangkan yang dimaksud dengan tilawah (pengasihan) adalah satu jenis diantara jenis-jenis sihir yang bisa membikin seseorang cinta kepada lawan jenisnya dan sebaliknya. Dan semua jenis sihir hukumnya haram, bahkan bisa jatuh kedalam syirik hal ini berdasarkan ayat-ayat dan hadits-hadits yang menunjukkan tentang haramnya sihir dan bahwa sihir-sihir tersebut bisa menyebabkan syirik besar. Dan Allah-lah yang berhak memberi taufik.

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Juz Tsani, Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Eidisi Indonesia Fatawa bin Baaz, Penerjemah Abu Umar Abdillah, Penerbit At-Tibyan – Solo]

Hukum Menggunakan Obat Untuk Mempercepat Kelahiran

HUKUM MENGGUNAKAN OBAT UNTUK MEMPERCEPAT KELAHIRAN


Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin



Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum menggunakan sesuatu yang bisa mempercepat kelahiran

Jawaban
Menggunakan sesuatu yang bisa mempercepat kelahiran ada dua.

Pertama : Apabila bertujuan untuk menggugurkan kandungan dan membinasakannya setelah ditiupkannya roh kepadanya, maka hukumnya adalah haram tanpa keraguan, karena termasuk membunuh jiwa yang diharamkan tanpa ada sebab yang membolehkannya. Sedangkan membunuh jiwa yang diharamkan untuk dibunuh, dengan jelas diharamkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah serta ijma kaum muslimin. Namun apabila terjadi sebelum ditiupkannya roh ke dalam tubuhnya, maka para ulama berselisih pendapat tentangnya. Ada yang membolehkannya dan ada pula yang melarangnya. Ada yang membolehkannya selama belum berbentuk gumpalan darah atau berumur empat puluh hari, ada yang membolehkan selama belum berbentuk tubuh manusia.

Yang lebih selamat adalah melarang untuk menggugurkannya kecuali apabila ada kebutuhan yang mendesak, seperti wanita sakit yang tidak mampu untuk menanggung kehamilan dan sejenisnya. Dalam kondisi ini boleh menggugurkannya sebelum sampai pada fase terbentuknya tubuh manusia. Wallahu a’lam.

Kedua : Mengeluarkan janin dengan paksa bukan bertujuan untuk membinasakannya, semisal mengeluarkannya bila sudah mencapai umur kelahiran. Ini diperbolehkan selama tidak membahayakan terhadap ibu dan anaknya, namun dilakukan tanpa operasi. Apabila diperlukan operasi, maka ada empat kemungkinan.

[1]. Kondisi Ibu Dan Anak Masih Hidup
Dalam hal ini tidak boleh dilakukan operasi kecuali ada kebutuhan yang mendesak, seperti kesusahan dalam melahirkan yang mengharuskan untuk operasi. Hal ini karena tubuh merupakan amanat dari Allah maka tidak boleh diperlakukan dengan semaunya kecuali untuk kemaslahatan yang lebih besar. Atau mungkin semula mengira tidak berbahaya untuk melakukan operasi tapi ternyata justru membahayakannya.

[2]. Kondisi Ibu dan Anak Sudah Meninggal
Dalam kondisi ini tidak diperbolehkan melakukan operasi karena tidak ada faedahnya.

[3]. Kondisi Ibu Masih Hidup Dan Anak Sudah Meninggal
Dalam kondisi ini boleh melakukan operasi untuk mengeluarkan bayi, kecuali apabila dikhawatirkan terjadi sesuatu yang membahayakan ibunya. Alasannya, apabila bayi sudah meninggal dalam perut ibunya, secara zhahir menunjukkan bahwa tubuh itu tidak bisa keluar kecuali dengan operasi. Menetapnya tubuh bayi yang sudah meninggal di dalam perut ibunya menghalangi untuk bisa hamil lagi di kemudian hari serta menyulitkannya. Atau si ibu akan tetap sebagai janda (yang tidak boleh dinikahi) apabila dalam keadaan iddah (diceraikan atau suaminya meninggal, karena wanita hamil yang diceraikan atau suaminya meninggal masa iddahnya sampai ia melahirkan bayinya).

[4]. Kondisi Ibu Sudah Meninggal Dan Bayi Masih Hidup
Dalam kondisi ini, jika tidak bisa diharapkan kehidupannya berkelanjutan maka tidak boleh dioperasi. Namun bila masih bisa diharapkan kelanjutan hidupnya, jika sebagian tubuh bayi sudah keluar, maka boleh membelah tubuh ibunya untuk mengeluarkan sebagian yang tersisa. Tapi apabila tubuh bayi belum keluar, sebagian ulama kita menyebutkan, “Tidak boleh membelah perut ibunya untuk mengeluarkan bayinya”. Ini tidak benar. Yang benar, diperbolehkan mengoperasi ibunya bila memang merupakan suatu keharusan untuk mengeluarkannya. Pendapat ini dipilih Ibnu Hubairah yang disebutkan dalam kitab Al-Inshaf.

Saya katakan, apabila dalam zaman kita ini, operasi bukanlah merupakan perkara yang mengkhawatirkan, karena perut yang dioperasi selanjutnya dijahit. Juga, karena kepentingan hidupnya bayi lebih diutamakan dari kepentingan ibu yang sudah meninggal. Menolong jiwa yang bersih hukumnya wajib. Bayi merupakan jiwa yang bersih terjaga, maka wajib hukumnya untuk menolongnya. Wallahu a’lam.

Peringatan : Dalam kondisi diperbolehkan menggugurkan kandungan, harus dengan seizin yang berhak atas anak, seperti suami.

[Majmu Fatawa wa Rasailusy Syaikh Ibnu Utsaimin, 4/232]

MENDERITA TEKANAN DARAH TINGGI, KEHAMILAN MEMBAHAYAKANNYA

Oleh
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin

Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Istri saya menderita tekanan darah tinggi, kehamilan membahayakan kehidupannya. Para dokter sudah menasehatinya agar tidak hamil. Akan tetapi Allah bekehendak lain, ia hamil dan sekarang ini dalam minggu-minggu pertama kehamilannya. Dokter menasehatkan kepadanya untuk menggugurkan kandungannya, tapi ia menolak sebelum memperoleh kejelasan hukumnya dalam agama. Bolehkan baginya untuk menggugurkan kandungannya?

Jawaban
Diperbolehkan menggugurkan nuthfah sebelum berumur empat puluh hari dengan obat-obatan yang diperbolehkan. Boleh baginya untuk menggugurkan kandungan jika kehamilan tersebut membahayakan jiwanya dengan keterangan dari dokter spesialis.

[Fatawa Mar’ah, 1/93]

[Disalin dari Kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wajan, Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin, Penerbit Darul Haq]

Pentingnya Penyembuhan Dengan Al-Qur'an Dan As-Sunnah

PENTINGNYA PENYEMBUHAN DENGAN AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH


Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas



Tidak diragukan lagi bahwa penyembuhan dengan Al-Qur’an dan dengan apa yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa ruqyah [1], merupakan penyembuhan yang bermanfaat sekaligus penawar yang sempurna.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Katakanlah ; Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman” [Fushshilat : 44]

“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” [Al-Israa : 82]

Pengertian “dari Al-Qur’an”, pada ayat di atas adalah Al-Qur’an itu sendiri. Karena Al-Qur’an secara keseluruhan adalah penyembuh, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat di atas [2]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Hai sekalian manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian pelajaran dari Rabb kalian, dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman” [Yunus : 57]

Dengan demikian, Al-Qur’an merupakan penyembuh yang sempurna di antara seluruh obat hati dan juga obat fisik, sekaligus sebagai obat bagi seluruh penyakit dunia dan akhirat. Tidak setiap orang mampu dan mempunyai kemampuan untuk melakukan penyembuhan dengan Al-Qur’an. Jika pengobatan dan penyembuhan itu dilakukan secara baik terhadap penyakit, dengan didasari kepercayaan dan keimanan, penerimaan yang penuh, keyakinan yang pasti, terpenuhi syarat-syaratnya, maka tidak ada satu penyakit pun yang mampu melawan Al-Qur’an untuk selamanya. Bagaimana mungkin penyakit-penyakit itu akan menentang dan melawan firman-firman Rabb bumi dan langit yang jika (firman-firman itu) turun ke gunung, maka ia akan memporak-porandakan gunung-gunung tersebut, atau jika turun ke bumi, niscaya ia akan membelahnya.

Oleh karena itu, tidak ada satu penyakit hati dan juga penyakit fisik pun melainkan di dalam Al-Qur’an terdapat jalan penyembuhannya, sebab kesembuhan, serta pencegahan terhadapnya bagi orang yang dikaruniai pemahaman oleh Allah terhadap Kitab-Nya. Dan Allah Azza wa Jalla (Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung) telah menyebutkan di dalam Al-Qur’an beberapa penyakit hati dan fisik, juga disertai penyebutan penyembuhan hati dan juga fisik.

Adapun penyakit-penyakit hati terdiri dari dua macam, yaitu : penyakit syubhat (kesamaran) atau ragu, dan penyakit syahwat atau hawa nafsu. Allah yang Mahasuci telah menyebutkan beberapa penyakit hati secara terperinci yang disertai dengan beberapa sebab, sekaligus cara penyembuhan penyakit-penyakit tersebut. [3]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Dan apakah tidak cukup bagi mereka, bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) sedang dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya di dalam Al-Qur’an itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman” [Al-Ankabuut : 51]

Al-Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah mengemukakan.

“Barangsiapa yang tidak dapat disembuhkan oleh Al-Qur’an, berarti Allah tidak memberikan kesembuhan kepadanya. Dan barangsiapa yang tidak dicukupkan oleh Al-Qur’an, maka Allah tidak memberikan kecukupan kepadanya” [4]

Mengenai penyakit-penyakit badan atau fisik, Al-Qur’an telah membimbing dan menunjukkan kita kepada pokok-pokok pengobatan dan penyembuhannya, dan juga kaidah-kaidah yang dimilikinya. Yakni, bahwa kaidah pengobatan penyakit badan secara keseluruhan terdapat di dalam Al-Qur’an, yaitu ada tiga point.

1). Menjaga kesehatan
2). Melindungi diri dari hal-hal yang dapat menimbulkan penyakit
3). Mengeluarkan unsur-unsur yang merusak badan. [5]

Jika seorang hamba melakukan penyembuhan dengan Al-Qur’an secara baik dan benar, niscaya dia akan melihat pengaruh yang sangat menakjubkan dalam penyembuhan yang cepat.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : “Pada suatu ketika aku pernah jatuh sakit, tetapi aku tidak menemukan seorang dokter atau obat penyembuh. Lalu aku berusaha mengobati dan menyembuhkan diriku dengan surat Al-Faatihah, maka aku melihat pengaruh yang sangat menakjubkan. Aku ambil segelas air zamzam dan membacakan padanya surat Al-Faatihah berkali-kali, lalu aku meminumnya hingga aku mendapatkan kesembuhan total. Selanjutnya aku bersandar dengan cara tersebut dalam mengobati berbagai penyakit dan aku merasakan manfaat yang sangat besar. Kemudian aku beritahukan kepada orang banyak yang mengeluhkan suatu penyakit dan banyak dari mereka yang sembuh dengan cepat”[6]

Demikian juga pengobatan dengan ruqaa (jama’ dari ruqyah) Nabawi yang riwayatnya shahih merupakan obat yang sangat bermanfaat. Dengan ayat dan do’a yang dipanjatkan. Apabila do’a tersebut terhindar dari penghalang-penghalang terkabulnya do’a itu, maka ia merupakan sebab yang sangat bermanfaat dalam menolak hal-hal yang tidak disenangi dan akan tercapai hal-hal yang diinginkan. Yang demikian itu termasuk salah satu obat yang sangat bermanfaat, khususnya yang dilakukan berkali-kali. Dan do’a pun berfungsi sebagai penangkal bala’ (musibah), mencegah dan menyembuhkannya, menghalangi turunnya, atau meringankannya jika ternyata sudah sempat turun. [7]

“Tidak ada yang dapat mencegah qadha’ (takdir) kecuali do’a, dan tidak ada yang dapat memberi tambahan pada umur kecuali kebajikan” [8]

Tetapi yang harus dimengerti dengan cermat, yaitu bahwa ayat-ayat, dzikir-dzikir, do’a-do’a dan beberapa ta’awudz (permohonan perlindungan kepada Allah) yang dipergunakan untuk mengobati atau untuk ruqyah pada hakikatnya pada semua ayat, dzikir-dzikir, do’a-do’a dan ta’awwudz itu sendiri memberi manfaat yang besar dan juga dapat menyembuhkan. Namun, ia memerlukan penerimaan (dari orang yang sakit) dan kekuatan orang yang mengobati dan pengaruhnya. Jika suatu penyembuhan itu gagal, maka yang demikian itu disebabkan oleh lemahnya pengaruh pelaku, atau karena tidak adanya penerimaan oleh pihak yang diobati, atau adanya rintangan yang kuat di dalamnya yang menghalangi reaksi obat.

Pengobatan dengan ruqyah ini dapat dicapai dengan adanya dua aspek, yaitu dari pihak pasien (orang yang sakit) dan dari pihak orang yang mengobati

Yang berasal dari pihak pasien adalah berupa kekuatan dirinya dan kesungguhan bergantung kepada Allah, serta keyakinannya yang pasti bahwa Al-Qur’an itu memang penyembuh sekaligus rahmat bagi orang-orang yang beriman dan ta’awwudz yang benar yang sesuai antara hati dan lisan, maka yang demikian itu merupakan suatu bentuk perlawanan terhadap penyakit. Dan seseorang yang melakukan perlawanan tidak akan memperoleh kemenangan dari musuh kecuali dengan dua hal, yaitu :

Pertama : Keadaan senjata yang dipergunakan haruslah benar, bagus dan kedua tangan yang menggunakannya pun harus kuat. Jika salah satu dari keduanya hilang, maka senjata itu tidak banyak berarti, apalagi jika kedua hal di atas tidak ada, yaitu, hatinya kosong dari tauhid, tawakkal, takwa, tawajjuh (menghadap, bergantung sepenuhnya kepada Allah) dan tidak memiliki senjata.

Kedua : Dari pihak yang mengobati dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah juga harus memenuhi kedua hal di atas [9]. Oleh karena itu, Ibnut Tiin rahimahullah berkata : “Ruqyah dengan menggunakan beberapa kalimat ta’awwudz dan juga yang lainnya dari Nama-Nama Allah adalah pengobatan rohani. Jika dilakukan oleh lisan orang-orang yang baik, maka dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala kesembuhan tersebut akan terwujud” [10]

Para ulama telah sepakat membolehkan ruqyah dengan tiga syarat, yaitu : [11]

[1]. Ruqyah itu dengan menggunakan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, atau Asma dan sifat-Nya, atau sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

[2]. Ruqyah itu boleh diucapkan dalam bahasa Arab atau bahasa lain yang difahami maknanya.

[3]. Harus diyakini bahwa bukanlah dzat ruqyah itu sendiri yang memberikan pengaruh, tetapi yang memberi pengaruh itu adalah kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan ruqyah hanya merupakan salah satu sebab saja. [12]

[Disalin dari buku Do’a & Wirid Mengobati Guna-Guna Dan Sihir Menurut Al-Qur’an Dan As-Sunnah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Cetakan Keenam Dzulhijjah 1426H/Januari 2006M]
_________
Footnotes
[1]. Ruqyah jama’nya adalah ruqaa, yaitu bacaan-bacaan untuk pengobatan yang syar’i (yaitu berdasarkan pada riwayat yang shahih, atau sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati oleh para ulama).
[2]. Lihat Al-Jawaabul Kaafi Liman Sa’ala Anid Dawaa-isy Syaafi (jawaban yang memadai bagi orang yang bertanya tentang obat penyembuh yang mujarab) atau Ad-Daa’wad Dawaa’ (penyakit dan obatnya) karya Ibnul Qayyim (hal.7)
[3]. Lihat Zaadul Ma’aad karya Ibnul Qayyim (IV/6, IV/352)
[4]. Lihat Zaadul Ma’aad (IV/352)
[5]. Lihat sumber-sumber sebelumnya Zaadul Ma’aad (IV/6, 352)
[6]. Lihat Zaadul Ma’aad (IV/178) dan Al-Jawaabul Kaafi (hal. 23)
[7]. Lihat Al-Jawaabul Kaafi (hal. 22-25)
[8]. HR Al-Hakim I/493, Ibnu Majah no. 4022, Ahmad V/277, 280, 282 dan Ath-Thahawi no. 3069 dari Tsauban dan At-Tirmidzi no. 2139, Ath-Thahawi dalam Musykilul Autsaar VIII/78 no 3068 dari Salman dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani, lihat Silsilah Al-Ahaadits Ash-Shahiihah no. 154
[9]. Lihat Zaadul Ma’aad IV/67-68
[10]. Fathul Baari (X/196)
[11]. Lihat Fathul Baari (X/195), juga Fataawa Al-Allamah Ibni Baaz (II/384)
[12]. Lihat Al-Ilaaj bir Ruqaa Minal Kitaab wa Sunnah hal. 83

Pengobatan Menggunakan Habbatus Sawda', Dengan Madu Dan Dengan Bekam

PENGOBATAN MENGGUNAKAN HABBATUS SAWDA' (JINTAN HITAM)


Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas



Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Sesungguhnya di dalam habbatus sawda’ (jintan hitam) terdapat penyembuh bagi segala macam penyakit kecuali kematian”.

Ibnu Syihab mengatakan : “Kata As-Saam di sini berarti kematian, sedangkan habbatus sawda’ berarti syuniz” [1]

Habbatus sawda’ ini mempunyai manfaat yang sangat banyak. [2]

Jintan hitam sangat bermanfaat untuk mengobati berbagai macam penyakit dengan izin Allah.

PENGOBATAN DENGAN MADU
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memikirkan” [An-Nahl : 69]

Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Kesembuhan itu ada pada tiga hal, yaitu : Dalam pisau pembekam, meminumkan madu, atau pengobatan dengan besi panas (kayy). Dan aku melarang ummatku melakukan pengobatan dengan besi panas (kayy)”. [3]

PENGOBATAN DENGAN BEKAM [4]
Berbekam [5] termasuk pengobatan yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan bekam dan memberikan upah kepada tukang bekam.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Sesungguhnya sebaik-baik apa yang kalian lakukan untuk mengobati penyakit adalah dengan melakukan bekam” [6]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Sebaik-baik pengobatan penyakit adalah dengan melakukan bekam” [7]

Wasiat Malaikat Untuk Berbekam
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidaklah aku melewati seorang Malaikat –ketika di Mi’rajkan ke langit- kecuali mereka mengatakan ‘Wahai Muhammad, lakukanlah olehmu berbekam” [8]

Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan ketika beliau di Isra’kan, tidaklah beliau melewati sekumpulan Malaikat melainkan mereka meminta kami,” Perintahkanlah ummatmu untuk berbekam” [9]

Waktu Yang Paling Baik Untuk Berbekam
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang ingin berbekam, hendaklah ia berbekam pada tanggal 17,19,21 (bulan Hijriyyah), maka akan menyembuhkan setiap penyakit” [10]

Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Sesungguhnya hari yang paling baik bagimu untuk berbekam adalah hari ke 17, hari ke 19, dan hari ke 21 (bulan Hijriyyah)” [11]

Hari yang paling baik untuk berbekam adalah pada hari Senin, Selasa dan Kamis. Sebaliknya hindari berbekam pada hari Rabu, Jum’at, Sabtu dan Ahad” [12]

PENGOBATAN MENGGUNAKAN AIR ZAMZAM
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda mengenai air zamzam ini.

“Air zamzam itu penuh berkah. Ia merupakan makanan yang mengenyangkan (dan obat bagi penyakit)” [13].

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda.

“Air zamzam tergantung kepada tujuan di minumnya” [14]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membawa air zamzam (di dalam tempat-tempat air) dan girbah (tempat air dari kulit binatang), beliau menyiramkan dan meminumkannya kepada orang-orang yang sakit” [15]

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : “Aku sendiri dan juga yang lainnya pernah mempraktekkan upaya penyembuhan dengan air zamzam terhadap beberapa penyakit, dan hasilnya sangat menakjubkan, aku berhasil mengobati berbagai macam penyakit dan aku pun sembuh atas izin Allah” [16]

Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar Dia memberikan bimbingan kepada kita untuk dimudahkan dalam menggunakan pengobatan yang sesui dengan syari’at (Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam).

[Disalin dari buku Do’a & Wirid Mengobati Guna-Guna Dan Sihir Menurut Al-Qur’an Dan As-Sunnah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Cetakan Keenam Dzulhijjah 1426H/Januari 2006M]
_________
Footnotes
[1]. Al-Bukhari no. 5688/Al-Fath X/143, dan Muslim no. 2215 dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu. Lafazh ini adalah lafazh Muslim.
[2]. Zaadul Ma’aad IV/297 dan lihat juga Ath-Thibbu Minal Kitab was Sunnah, karya Al-Allamah Muwaffaquddin Abdul Lathif Al-Baghdadi (hal.88)
[3]. HR Al-Bukhari no. 5681/Fathul Baari X/137. Lihat bab : “Beberapa manfaat madu”. Zaadul Ma’aad IV/50-62 dan juga Ath-Thibbu Minal Kitab was Sunnah, karya Al-Allamah Muwaffaquddin Abdul Lathif Al-Baghdadi (hal. 129-136)
[4]. Lihat bahasan ini dalam Manhajus Salaamah fiimaa Warada fil Hijaamah oleh Dr Muhammad Musa Nashr.
[5]. Bekam : Mengeluarkan darah kotor dari kepala, badan, dan anggota tubuh lainnya dengan alat bekam.
[6]. HR Abu Dawud no. 3857 dan Ibnu Majah no. 3476, Al-Hakim IV/410, Ahmad II/342 dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, lihat Shahiih Ibni Majah II/259 no 2800 dan Silsilah Al-Ahaadiits Ash-Shahiihah no. 760
[7]. HR Ahmad V/9,15,19, Al-Hakim IV/208 dari Samurah Radhiyallahu ‘anhu. Lihat Shahiih Al-Jaami’ish Shaghiir no. 3323, Silsilah Al-Ahaadiits Ash-Shahiihah no. 1053.
[8]. HR Ibnu Majah no. 3477, Shahiih Ibni Majah II/259 no. 2801, Silsilah Al-Ahaadiits Ash-Shahiihah no. 2263
[9]. HR At-Tirmidzi no. 2052, Shahiih Sunan At-Tirmidizi II/204 no. 1672
[10]. HR. Abu Dawud no. 3861 Al-Hakim, Al-Baihaqi IX/340 Dari Abu hurairah Radhiyallahu ‘anhu. Lihat Silsilah Al-Ahaadiits Ash-Shahiihah no 622
[11]. Shahiih Sunan At-Tirmdizi II/204 no. 1674
[12]. HR Ibnu Majah no. 3487, Shahiih Ibn Majah II/261, Silsilah Al-Ahaadiits Ash-Shahiihah no. 766
[13]. HR Muslim IV/1922 no. 2473 dan matan yang terdapat dalam kurung adalah menurut riwayat Al-Bazaar, Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani, dan sanadnya Shahih. Lihat Majma’uz Zawaa’id III/286
[14]. HR Ahmad III/357, 372, Ibnu Majah no. 3062 dan lainya dari Jabir bin Abdillah Radhiyalahu ‘anhu, lihat Shahiih Ibni majah II/183 dan Irwaa’ul Ghalil no. 1123
[15]. HR At-Tirmidzi dan Al-Baihaqi V/202, lihat Shahiih At-Tirmidzi I/284, Silsilah Al-Ahaadiits Ash-Shahiihah no. 883. Dan juga Zaadul Ma’aad IV/392
[16]. Zaadul Ma’aad IV/393 dan 178

Kategori Gambar, Lagu, Mainan Pokemon Hakikat Dan Daya Rusaknya

POKEMON HAKIKAT DAN DAYA RUSAKNYA


Oleh
Syaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Al-Salman





Betapa amat disesalkan, bahwa di tengah kaum Muslimin dan di negeri-negeri Islam telah tersebar luas pelbagai cara haram untuk mendapatkan uang, di antaranya cara Riba, perdagangan barang-barang haram seperti perdagangan narkoba dan minuman keras. Juga jual beli rokok, penimbunan barang dagangan, suap menyuap dan banyak cara-cara haram lainnya.

Di antara cara haram untuk mencari uang adalah perjudian dengan berbagai bentuk, cara dan permainannya. Dan sesungguhnya bahwa setan-setan manusia telah berinovasi menciptakan cara-cara perjudian tersamar yang mampu merusak segenap sektor kehidupan. Sebagiannya adalah apa yang kini tengah ngetrend, terkenal dan banyak dibicarakan orang diberbagai daerah, tanpa kejelasan, tetapi hanya berdasarkan dugaan dan kira-kira belaka. Yaitu mainan/boneka kartun yang kini sangat terkenal di kalangan awam maupun kalangan tertentu, tua maupun muda, disebut Pokemon.

Di lembar-lembar tulisan ini, kami akan ungkap persoalan boneka kartun tersebut. Kami akan singkap hal-hal tersembunyi dalam mainan kartun itu yang bertentangan dengan syari'at dan merusak pendidikan. Wallahu al-Musta'an.

TERSEBARNYA KARTUN POKEMON

Boneka kartun Pokemon telah (benar-benar) menguasai pemikiran banyak kelompok orang. Bahkan kartun Pokemon ini sudah menjadi satu-satunya bagi mereka dalam dunia permainan. Boneka kartun ini muncul di Jepang semenjak kurang lebih tiga tahun lalu. Semula dimainkan dalam bentuk permainan elektronik, kemudian berkembang menjadi filam-film kartun [1]. Kemudian berkembang lagi menjadi majalah-majalah kartun humor, dan selanjutnya menjadi permainan kartu-kartu yang dipertukarkan. Akhirnya yayasan penerbit boneka-boneka kartun ini, dalam waktu relatif singkat, menjadi yayasan milyarder yang bisa memetik kenikmatan dari masyarakat luas di segenap penjuru dunia.

Hal yang kemudian menambah suasana semakin seru setelah permainan kartun ini semakin tenar, ialah (berpacunya) banyak perusahaan untuk menempelkan gambar-gamnbar para tokoh kartun ini, lengkap dengan berbagai bentuk dan nama-namanya, pada barang produk mereka (yang berupa pakaian, chocolate, minuman-minuman ber-gas dan lain-lain). Harapan mereka dengan menempelkan gambar-gambar itu, akan dapat memetik keuntungan materi besar-besaran sekalipun harus dibayar dengan kerugian sekolah anak-anak, pendidikan dan tingkah laku mereka. Khususnya kehidupan anak-anak yang masih polos.

Juga kemudian, dibanyak kota di dunia, didirikan agen-agen distributor milik perusahaan yang memproduksi mainan kartun ini. Agen-agen itu selanjutnya menyebarkan komik-komik, jurnal-jurnal cerita dan kaset-kaset video. Beberapa stasiun televisi-pun ikut serta menyebar luaskan program-program mereka. Bahkan mereka membuat situs-situs di jaringan internet.

Oleh karena itu merupakan keharusan untuk menyebarkan tulisan ilmiah khusus yang dapat memutus perkataan-perkataan tanpa ilmu dan dapat menjelasakan sejauh mana bahayanya kartun Pokemon ini serta bahaya-bahaya lain yang mengikutinya terhadap anak-anak sekaligus juga orang-orang tua dalam berbagai segi.

Inilah hasil usaha kami -usaha yang baru sedikit- untuk mengungkap masalah seputar Pokemon secara ringkas sesuai dengan informasi dan data-data yang bisa kami kumpulkan, dan bagaimana sikap syar'iat terhadapnya, baik secara amanat maupun secara agama. (Semua ini dalam rangka) memberikan pelayanan terhadap umat dan generasi Islam yang tengah tumbuh, dengan senantiasa memohon kepada Allah 'Azza wa Jalla agar Dia menjadikan hasil kerja kami ini menambah bobot timbangan ama-amal hasanat kami pada hari dimana harta dan anak-anak tidak bermanfaat, kecuali orang yang datang menghadap Allah dengan membawa hati yang saliim.

ARTI KATA POKEMON

Kata Pokemon dalam bahasa Inggris merupakan singkatan dari dua kata ; yaitu (Poke) yang merupakan singkatan dari kata (Pocket), artinya : kantong/saku. Dan kata (Mon) yang merupakan singkatan dari kata (Monster), artinya ; Monster. Jadi artinya ialah Monster Saku. Maksudnya merupakan ungkapan betapa kecilnya monster-monster ini hingga dapat terwadahi oleh saku.

Adapun nama Pikachu yang merupakan tokoh termasyhur dalam kartun ini, juga terbentuk dari dua kata : (Pika) dalam bahasa Jepang menunjukkan makna bersinar. Sedangkan kata (Chu) merupakan ungkapan tentang suara-suara yang keluar dari mulut tikus. mengapa dinamakan Pikachu ? Sebab (tokoh ini) memang bentuknya seperti tikus yang bersenjatakan sengatan listrik.

Adapun kata-kata (Charmander) menunjukkan makna : api yang menyala/membakar. Diambil dari kata bahasa Inggris (Char). Sedangkan kata (Amander) adalah sebuah kata yang memberikan isyarat pada sebuah binatang semacam kadal yang menyerupai api menyala.

Keterangan ini disebutkan oleh Atase Kebudayaan Jepang di Yordania : Kuji Taharo, sebagaiman yang ditulis oleh koran Yordania ar-Ra'yu pada edisi tanggal 4/4/2001. Dari keterangan ini, tampaklah kesalahan orang-orang yang menganggap bahwa arti Pokemon menurut bahasa Suryani adalah "Saya Yahudi", atau makna-makna lain yang senada.

Majalah New York Times pada edisi tanggal 26 Maret 2001 menyebutkan ungkapan juru bicara produsen kartun ini di Tokyo yang identitasnya disembunyikan ; bahwa ia mengingkari kalau perusahaan menggunakan syi'ar-syi'ar keagamaan dalam produk-produknya.

Koran Yordania "ad-Dustur" edisi hari Senin 8 Muharram 1422H, juga menyebutkan pernyataan beberapa Doktor ahli bahasa Suryani di Universitas Yarmuks, begitu pula pernyataan Lembaga Sosial Suryani di Yordan, bahwa kalimat POKEMON, PIKACHU dan nama-nama lain dalam kartun Pokemon, sama sekali tidak ada kaitannya dengan bahasa Suryani, bahkan nama-nama itu asing bagi bahasa Suryani. Hal serupa juga adanya anggapan bahwa nama-nama tersebut menggunakan bahasa Jepang. Begitu pula anggapan bahwasanya menggunakan bahasa Ibrani.

ASAL-USUL POKEMON

Boneka kartun Pokemon berasal dari gagasan seorang laki-laki Jepang bernama Satushi Tajiri. Ia merupakan orang yang gemar mengumpulkan binatang-binatang serangga. Kemudian ia berkhayal bahwa dunia akan diserbu oleh serangga-serangga ini dan oleh binatang-binatang aneh dari angkasa luar dalam jumlah yang sangat banyak dan kemudian ditemukan oleh manusia. Terus pada gilirannya binatang-binatang ini berkembang dan meningkat menjadi lebih sempurna dengan keluarnya anggota-anggota tubuh yang baru. Kemudian sebuah perusahaan raksasa Jepang bernama Nintendo mengadopsi gagasan iu dengan memproduksi mainan-mainan elektronik dan mengembangkannya menjadi (kartun) monster-monster kecil ukuran saku yang (menurut gagasan mereka -pen) memiliki kekuatan ajaib untuk bertempur. Lalu tersebarlah mainan-mainan ini secara signifikan pada akhir tahun sembilan puluhan hingga menguasai seluruh penjuru dunia ; dalam bentuk mainan elektronik, film-film kartun, film-film hidup, komik-komik, jurnal-jurnal cerita dan (bahkan sampai) di situs-situs internet.

PERMAINAN POKEMON

Sudah tersebar dikalangan anak-anak permainan saku, khusus dengan tokoh Pokemon. Permainan ini berlangsung menggunakan kaidah dan pedoman tertentu, yang dari sana membentuk berbagai macam permainan. Di antaranya ada yang rumit karena menggunakan dadu serta alat-alat bergambar dan meja tertentu. Permainan ini membutuhkan waktu untuk mempelajarinya. Ia berpijak pada prinsip pengumpulan ganbar-gambar monster (binatang-binatang mengerikan) kecil, kemudian melatihnya dalam teknik berkelahi dan berperang.

Tiap-tiap monster (dianggap) memiliki kekuatan dan keistimewaan tertentu, dan terbagi menjadi sepuluh golongan. Pemenang permainan ini adalah orang yang -tidak hanya mampu mengumpulkan sejumlah banyak gambar monster itu saja-, tetapi juga dapat memanfaatkan dengan keistimewaan masing-masing gambar monster tersebut, dapat melatihnya dengan baik dan mengklasifikasikannya ; guna dikembangkan dalam pertempurannya melawan musuh.

Di antara permainannya lagi ada yang mudah, yang tersimpulkan pada penguasaan terhadap kartu khusus yang berisi (gambar-gambar) monster tertentu dengan kekuatan ajaib tertentu. Tujuan (permainan ini) adalah meraih keuntungan dengan mengumpulkan kartu sebanyak mungkin. Sementara itu, kartu-kartu yang berisi monster-monster yang memiliki kemampuan lebih dan berbahaya (dibedakan dengan isi gambar-gambarnya yang bernomor khusus, kode dan isyarat), dijual dengan harga lebih mahal.Anak-anak kecil beradu dan berlomba mendapatkannya. Anak yang menang adalah yang di anggap dapat mengalahkan kartu lawannya. Maka ia berhak mendapatkan kartu-kartu lawannya, atau lawan harus menebusnya dengan uang. (Kemenangan dalam permainan jenis kedua) ini terjadi semata-mata karena nasib dan kebetulan, tidak perlu kemahiran apa-apa selain bisa membayar harga kartu.

Permainan (Pokemon) ini tidak akan ada habis-habisnya kecuali jika Allah menghendaki, sebab selalu diciptakan pembaharuan dan pengembangan tokoh-tokoh monster yang baru dan selalu diciptakan lahan-lahan adu permainan yang baru pula, secara besar-besaran.

HAL-HAL YANG TERLARANG SECARA SYARI'AT DALAM POKEMON

[1]. Syirik dan Merusak Aqidah Muslim
Hal yang tidak perlu diragukan lagi, bahwa mengadakan makhluk hidup khayali yang fiktif -apalagi memiliki keistimewaan serta kemampuan luar biasa dan ajaib- termasuk gagasan (pemikiran) paling rusak yang dapat meracuni akal anak-anak. Bahkan disana terdapat propaganda bagi adanya hal-hal luar biasa yang menyamai -bahkan mengungguli- mu'jizat para nabi. Ini akan membuat seorang anak mempercayai kekuatan ajaib tersebut dan memberikan pembelaan terhadap adanya kekuatan itu. Semua ini jelas termasuk perusakan terhadap aqidah anak-anak yang masih fitrah dan lurus.

Di sana -sebagai tambahan lagi- juga terdapat unsur tantangan terhadap kekuasaan al-Khaliq Azza wa Jalla dan ingin menyaingi ketentuan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Na'udzu billah. Ini semua jelas bertentangan dengan Aqidah Islamiyah yang shahih dan bertentangan dengan manhaj pendidikan yang lurus.

[2]. Bohong Terang-Terangan Kepada Anak Kecil dan Membuat Sesuatu yang Membahayaknnya.
Ini terjadi melalui penayangan benda-benda dan makhluk-makhluk fiktif yang mempunyai kemampuan ajaib, tetapi yang sesungguhnya tidak ada. Ini akan mendorong dan memotivasi anak-anak untuk mempercayau hal-hal semacam itu. Dan itu jelas merupakan kebohongan terang-terangan serta merupakan perusakan terhadap akan dan imajinasi anak-anak.

Pada dasarnya mainan anak-anak itu sendirilah yang menentukan (mengendalikan) mainannya. Tetapi hal itu tidak terjadi pada POKEMON. Bahkan sebaliknya yang terjadi. Sebab (dalam Pokemon) justru Pokemonlah yang menentukan, mengendalikan dan mengarahkan anak.

Yang juga mengkhawatirkan dan lebih berbahaya lagi ialah bahwa mainan-mainan, selamanya menunjukkan sesuatu kultur. Pokemon juga menawarkan suatu kultur. Tetapi ia merupakan kultur (budaya) khayalan yang menyapu bersih anak-anak di seluruh dunia. Ia adalah kultur yang jauh dari fitrah anak-anak bukan muslim, dan jauh dari aqidah serta kultur anak-anak Muslim.

Jadi ia adalah suatu bentuk miniatur budaya, sebab dengan merajalelanya kartun-kartun Pokemon ke seluruh dunia, akan menjadikan anak-anak berfikir dengan satu pola fikir yang sama dan akan bermain dengan bentuk mainan yang sama. Sekan-akan Pokemon tengah menyiapkan anak-anak kemudian membinanya menuju prilaku-prilaku dan nilai-nilai yang sama.

Ini merupakan suatu bentuk eksperimen mania yang mengabaikan banyak hal lain, sehingga anda lihat kartun-kartun Pokemon itu dapat mengikat para orang tua dan mengeluarkan mainan-mainan anak-anak mereka lepas dari pengendalian mereka. Pada gilirannya menghapuskan dinding pembatas antara Pokemon dengan anak-anak. Dan jadilah akhirnya kartun-kartun ini mengendalikan mereka.

[3]. Teori Evolusi yang Sesat
Terfahami melalui pekembangan evolutif monster-monster kecil yang memiliki kemampuan ajaib ini dengan sendirinya. Ini sejalan dengan teori Darwin yang kufur dan batil, yang menyatakan adanya perkembangan dan peningkatan makhluk dengan sendirinya, serta meniadakan keterlibatan al-Khaliq Subhanahu wa Ta'ala dalam perkembangan itu. Dan ini adalah kekafiran yang jelas.


[Disalin dari majalah as-Sunnah Edisi 07/Tahun V/1422H/2001M, hal 62-64. Terjemahan dari Tabloid mingguan al-Furqan Edisi 145, Ahad 21 Mei 2001 terbitan Kuwait, diterjemahkan oleh Ahmas Faiz.]
_________
Foote Note.
[1] Film Pokemon yang pertama ditayangkan di Amerika hanya selama lima hari. Tetapi menghasilkan keuntungan sebesar 52 juta dolar Amerika. Dan hingga saat ini serial Pokemon sudah mencapai 100 seri.